BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara
yang sangat kaya karena memiliki potensi sumber daya alam yang berlimpah. Sebagian besar kehidupan sumber daya alam
hayati di Indonesia berada di hutan. Wilayah hutan tropis Indonesia terluas ketiga
di dunia dengan cadangan minyak, gas alam, emas, tembaga dan mineral lainnya.
Luas daratan dan hutan berdasarkan Kepulauan Indonesia juga cukup besar. Hasil
tambang yang berasal dari hutan juga semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Terumbu karang dan kehidupan laut memperkaya 17.000 kepulaunnya. Lebih dari
itu, Indonesia memiliki tanah, area lautan yang luas, dan kaya dengan
berjenis-jenis ekologi. Keanekaragaman hayati yang dimiliki oleh Indonesia
menempati urutan kedua setelah Brazil. Indonesia mempunyai 10% jenis tanaman
dan bunga yang ada di dunia, 12% jenis binatang menyusui, 17% jenis burung, 25%
jenis ikan, dan 10% sisa area hutan tropis (World Bank,1994).
Bahkan, sebuah badan
dunia FAO (Food and Agricultural Organization) melansir sebuah hasil riset yang
menempatkan Indonesia sebagai perusak hutan tercepat di dunia. Laju kerusakan
hutan kita, menurut data itu, adalah 2 persen atau 1,87 juta hektar per tahun.
Dengan kata lain, 51 km persegi hutan kita rusak setiap setiap hari atau atau 300
kali lapangan sepak bola setiap jamnya. Lembaga lain United Nation Environment
Programme (UNEP/GRID-Arendal) pada Mei 2007 mempublikasikan perubahan wajah
Pulau Kalimantan dalam enam dekade ke belakang dan satu setengah dekade ke
depan. Pada tahun 1950, Kalimantan nyaris dipenuhi hijau hutan. Tahun 2005,
Kalimantan sudah kehilangan sekitar 50% hijaunya. Pada 2020, diestimasikan
bahwa hanya sedikit warna hijau (sekitar 25% saja) yang akan tertinggal di
pulau ini.
Sejalan dengan
laju kerusakan hutan yang cukup besar, sewajarnya dilakukan usaha proteksi
untuk membatasi eksploitasi yang dilakukan para perusahaan pertambangan yang
ada di Indonesia agar kerusakan hutan dapat ditekan dan dapat merehabilitasi
hutan yang sudah di eksploitasi. Akan tetapi, kesalahan utama kebijakan dan orientasi pertambangan di
Indonesia bermula dari Undang-Undang (UU) No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman
Modal Asing yang diikuti penandatanganan kontrak karya (KK) generasi I antara
pemerintah Indonesia dengan Freeport
McMoran. Disusul dengan UU No. 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pertambangan. Sejak saat itu, Indonesia memilih politik hukum
pertambangan yang berorientasi pada kekuatan modal besar dan eksploitatif.
Dampak susulannya adalah keluarnya berbagai regulasi pemerintah yang berpihak
pada kepentingan pemodal. Dari kebijakan-kebijakan pemerintah sendiri, akhirnya
pemerintah terjebak dalam posisi lebih rendah dibanding posisi pemodal.
Akibatnya, pemerintah tidak bisa bertindak tegas terhadap perusahaan
pertambangan yang seharusnya patut ditindak.
Undang-undang tentang Corporate
Social Resposibilty (CSR) di Indonesia diatur dalam UU Perusahaan
Tambang No.40 Tahun 2007 yang
menyebutkan bahwa PT yang menjalankan usaha di bidang yang bersangkutan dengan
sumber daya alam wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan (Pasal
74 ayat 1). CSR merupakan kepedulian perusahaan yang menyisihkan sebagian
keuntungannya bagi kepentingan pembangunan manusia dan lingkungan secara
berkelanjutan berdasarkan prosedur (procedure)
yang tepat dan profesional. Akan tetapi, dalam prosedur pemberian CSR oleh
perusahaan selalu mengalami kendala seperti (1) program
CSR belum tersosialisasikan dengan baik di masyarakat; (2) masih terjadi
perbedaan pandangan antara departemen hukum dan HAM dengan departemen
perindustrian mengenai CSR di kalangan perusahaan dan industri; (3) belum
adanya aturan yang jelas dalam pelaksanaan CSR di kalangan perusahaan. Oleh karena itu penulis menawarkan solusi
inovatif dengan memanfaatkan dana CSR terintegrasi melalui Asuransi Alam
Syariah (ALAMSYAH) yang berkomitmen untuk mengembalikan alam yang telah rusak
dan untuk mewujudkan ekonomi hijau yang telah dicanangkan sejak dulu oleh
pemerintah.
Konsep asuransi syariah yang berasaskan tolong-menolong merupakan
salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut. Dengan sebuah asuransi
yang berlandaskan agama, secara tidak langsung konsep perusahaan yang
berwawasan lingkungan (go green) akan
terbentuk dengan sendirinya karena tidak ada agama manapun yang mengajarkan
untuk merusak alam.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang yang
telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai
berikut:
1.
Bagaimanakah
kondisi pengelolaan
lingkungan di Indonesia?
2.
Bagaimanakah penerapan kebijakan Corporate Social Responsibiilty (CSR) di Indonesia?
3.
Bagaimanakah
konsep asuransi syariah dalam perannya megurangi kerusakan lingkungan akibat
eksploitasi?
1.3 Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam
penulisan karya tulis ini adalah:
1. Untuk mengetahui kondisi
pengelolaan lingkungan di Indonesia.
2. Untuk mengetahui penerapan kebijakan Corporate Social Responsibiilty (CSR) di Indonesia.
3. Untuk Mengetahui konsep asuransi syariah dalam perannya megurangi
kerusakan lingkungan akibat eksploitasi.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang diharapkan dapat dicapai dalam penulisan karya
tulis ini adalah:
1.
Bagi penulis
Meningkatkan kemampuan analisis suatu permasalahan dan menemukan
solusi atas permasalahan tersebut. Selain itu juga dapat meningkatkan kemampuan
penulis dalam membuat karya tulis dan menambah wawasan tentang asuransi
pertanian khususnya asuransi pertanian berbasis syariah.
2.
Bagi pembaca
Dapat menjadikan karya tulis ini sebagai bahan penelitian yang
lebih komprehensif demi mengembangkan ilmu asuransi syariah dalam aplikasi
kehidupan sehari-hari
3.
Bagi pemerintah
Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan
kebijakan sebagai upaya peningkatan perekonomian Indonesia secara berkelanjutan
(sustainability).
TELAAH
PUSTAKA
2.1 Kerusakan Lingkungan Hidup di
Indonesia
2.1.1 Definisi Lingkungan Hidup
Definisi Lingkungan Menurut
para ahli :
·
St.
Munajat Danusaputra : Lingkungan
adalah semua benda dan kondisi termasuk di dalamnya manusia dan aktivitasnya,
yang terdapat dalam ruang di mana manusia berada dan mempengaruhi kelangsungan
hidup serta kesejahteraan manusia dan jasad hidup lainnya. (Darsono, 1995)
·
Emil Salim :
Lingkungan hidup adalah segala benda, kondisi, keadaan dan pengaruh yang
terdapat dalam ruangan yang kita tempati dan mempengaruhi hal yang hidup
termasuk kehidupan manusia.
·
Salah seorang ahli ilmu lingkungan,
yaitu Otto Soemarwoto
mengemukakan bahwa dalam bahasa Inggris istilah lingkungan adalah environment.
Selanjutnya dikatakan, lingkungan atau lingkungan hidup merupakan segala
sesuatu yang ada pada setiap makhluk hidup atau organisme dan berpengaruh pada
kehidupannya.
Adapun
berdasarkan UU No. 23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan
semua benda dan kesatuan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan
perilakunya yang melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan manusia
serta makhluk hidup lainnya. Sedangkan menurut UU No. 32 tahun 2009, Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan
semua benda, daya, keadaan, dan makhluk
hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri,
kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
2.1.2 Definisi dan Faktor Penyebab Terjadinya Kerusakan Lingkungan
Kerusakan lingkungan hidup terjadi karena adanya
tindakan yang menimbulkan perubahan langsung
atau tidak langsung sifat fisik dan/atau hayati sehingga lingkungan hidup tidak
berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan (KMNLH, 1998).
Berdasarkan definisi tersebut faktor penyebab
terjadinya kerusakan lingkungan dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Kerusakan
Lingkungan Hidup Faktor Alam
Bentuk bencana alam yang akhir-akhir ini banyak
melanda Indonesia telah menimbulkan dampak rusaknya lingkungan hidup. Salah
satunya adalah gelombang tsunami yang memporak-porandakan bumi Serambi Mekah
dan Nias. Peristiwa alam lainnya yang berdampak pada kerusakan lingkungan hidup
antara lain :
a.
Letusan gunung berapi
Letusan gunung berapi terjadi karena aktivitas magma di perut bumi yang
menimbulkan tekanan kuat keluar melalui puncak gunung berapi.
b.
Gempa bumi
Gempa bumi adalah getaran kulit bumi yang bisa disebabkan karena beberapa
hal, di antaranya kegiatan magma (aktivitas gunung berapi), terjadinya tanah
turun, maupun karena gerakan lempeng di dasar samudra. Manusia dapat mengukur
berapa intensitas gempa, namun manusia
tidak dapat memprediksikan kapan terjadinya gempa.
c.
Angin topan
Angin topan terjadi akibat aliran udara dari kawasan yang bertekanan tinggi
menuju ke kawasan bertekanan rendah. Perbedaan tekanan udara ini terjadi karena
perbedaan suhu udara yang mencolok. Serangan angin topan bagi
negara-negara di kawasan Samudra Pasifik dan Atlantik merupakan hal yang biasa
terjadi. Tetapi bagi Indonesia baru dirasakan di pertengahan tahun 2007. Hal
ini menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan iklim di Indonesia yang tak lain
disebabkan oleh adanya gejala pemanasan global.
2. Kerusakan
Lingkungan Hidup Faktor Manusia
Manusia sebagai penguasa
lingkungan hidup di bumi berperan besar dalam menentukan kelestarian
lingkungan hidup. Manusia merupakan salah satu kategori faktor yang
menimbulakan kerusakan lingkungan hidup. Bentuk kerusakan yang di timbulkan
oleh manusia adalah:
- Terjadinya pencemaran (pencemaran udara, air,
tanah, dan suara) sebagai dampak adanya kawasan industri.
- Terjadinya banjir, sebagai dampak buruknya
drainase atau sistem pembuangan air dan kesalahan dalam menjaga daerah
aliran sungai dan dampak pengrusakan hutan.
- Terjadinya tanah longsor, sebagai dampak langsung
dari rusaknya hutan.
Beberapa ulah manusia yang baik secara langsung maupun tidak langsung juga
membawa dampak pada kerusakan lingkungan hidup antara lain:
- Penebangan hutan secara liar (penggundulan
hutan).
- Perburuan liar.
- Merusak hutan bakau.
- Penimbunan rawa-rawa untuk pemukiman.
- Pembuangan sampah di sembarang tempat.
- Bangunan liar di daerah aliran sungai (DAS).
- Pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan di
luar batas.
2.2 Corporate
Social Responsibility
2.2.1
Kebijakan Corporate Social Responsibility
Seiring dengan pesatnya perkembangan sektor
dunia usaha berbagai kalangan swasta, organisasi masyarakat, dan dunia
pendidikan berupaya merumuskan dan mempromosikan tanggung jawab sosial sektor
usaha dalam hubungannya dengan masyarakat dan lingkungan.
Upaya tersebut secara umum disebut sebagai corporate
social responsibility (CSR) dan dimaksudkan untuk mendorong dunia usaha
lebih etis dalam menjalankan aktivitasnya agar tidak berpengaruh atau berdampak
buruk pada masyarakat dan lingkungan hidupnya, sehingga pada akhirnya dunia
usaha akan dapat bertahan secara berkelanjutan untuk memperoleh manfaat ekonomi
yang menjadi tujuan dibentuknya dunia usaha.
Substansi keberadaan Prinsip Tanggung Jawab
Sosial dan Lingkungan bagi Perusahaan, (Corporate Social Responsibility-CSR),
merupakan rangka dalam memperkuat kemampuan perusahaan untuk beradaptasi dengan
lingkungannya dan komunitas yang terkait dengannya, baik lokal, nasional,
maupun global.
Sedang Corporate
Social Responsibility-CSR dalam berbagai perpektif para ahli dan dapat
dapat didefinisikan, antara lain :
a. Corporate Social
Responsibility adalah sebuah pendekatan dimana perusahaan
mengintegrasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis mereka dan dalam
interaksi mereka denganpara pemangku kepentingan (stakeholder) berdasarkan
prinsip kesukarelaan dan kemitraan (Nuryana, 2005).
b. Sedang menurut International
Organization for Standardization atau
(ISO), mengartikan Corporate Social
Responsibility sebagai tanggung jawab suatu organisasi yang atas dampak
dari keputusan dan aktivitanya terhadap masyarakat dan lingkungan, melalui
perilaku yang transparan dan etis yang konsisten dengan pembangunan
berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat, memperhatikan kepentingan dari para
konsumen, sesuai hukum yang berlaku dan konsisten dengan norma-norma
internasional, dan terintegrasi di seluruh aktivitas organisasi, dalam
pengertian ini meliputi baik kegiatan, produk maupun jasa.
2.2.2 Sejarah Corporate
Social Resposibily (CSR) di Indonesia
World Commission on Environment and Development
(WCED) dalam Brundtland Report (1987), Elkington mengemas CSR ke dalam tiga
fokus: 3P, singkatan dari Profit, Planet dan
People. Perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan ekonomi
belaka (profit). Melainkan pula memiliki kepedulian terhadap kelestarian
lingkungan (planet) dan kesejahteraan masyarakat (people).
Pengertian CSR di Asia sebagai komitmen
perusahaan untuk beroperasi secara berkelanjutan (going concern) berdasarkan
prinsip ekonomi, sosial dan lingkungan, seraya menyeimbangkan beragam
kepentingan para stakeholders. Stakeholders dapat mencakup karyawan dan
keluarganya, pelanggan pemasok, masyarakat sekitar perusahaan, lembaga-lembaga
swadaya masyarakat, media massa dan pemerintah sekalu regulator. Jenis dan
prioritas stakeholders relatif
berbeda antara satu perusahaan dengan lainnya, tergantung pada core bisnis
perusahaan yang bersangkutan (Supomo, 2004).
Penggunaan istilah CSR (Corporate Social
Responsibility) semakin populer digunakan sejak tahun 1990-an. Beberapa
perusahaan sebenarnya telah lama melakukan CSA (Corporate Social Activity) atau
“aktifitas sosial perusahaan”. Walaupun tidak menamainya sebagai CSR, secara
faktual aksinya mendekati konsep CSR yang merepresentasikan bentuk “peran
serta” dan “kepedulian” perusahaan terhadap aspek sosial dan lingkungan.
Departemen Sosial tercatat sebagai lembaga pemerintah yang aktif dalam
mengembangkan konsep CSR dan melakukan advokasi kepada berbagai perusahaan
nasional. Kepedulian sosial perusahaan terutama
didasari alasan bahwasanya kegiatan perusahaan membawa dampak–for better of worse, bagi kondisi
lingkungan dan sosial-ekonomi masyarakat, khususnya di sekitar perusahaan
beroperasi.
2.2.3
Prinsip Dasar
Corporate Social Responsibility (CSR)
Prinsip dasar Corporate Social Responsibility (CSR) harus dipahami sebagai satu kesatuan. Sebab CSR merupakan kepedulian
perusahaan yang didasari tiga prinsip dasar yang dikenal dengan istilah triple
bottom lines, yaitu :
1)
Profit. Perusahaan tetap harus berorientasi untuk mencari
keuntungan ekonomi yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang.
2)
People.
Perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan manusia. Beberapa
perusahaan mengembangkan program CSR seperti pemberian beasiswa bagi pelajar
sekitar perusahaan, pendirian sarana pendidikan dan kesehatan, penguatan
kapasitas ekonomi lokal, dan bahkan ada perusahaan yang merancang berbagai
skema perlindungan sosial bagi warga setempat.
3)
Plannet. Perusahaan peduli terhadap lingkungan hayati. Beberapa program CSR yang
berpijak pada prinsip ini biasanya berupa penghijauan hidup lingkungan hidup,
penyediaan sarana pengembangan pariwisata/ ekoturisme (Archie B. Carrol) dalam
(Jamal Wiwoho, 2009).
2.2.4
Pandangan Islam terhadap Corporate Social Resposibily (CSR)
Menurut
Sayyid Qutb, Islam mempunyai prinsip pertanggung jawaban yang seimbang
dalam segala bentuk dan ruang lingkupnya. Antara jiwa dan raga, antara individu dan
keluarga, antara
individu dan sosial dan, antara suatu masyarakat dengan masyarakat yang lain.
Tanggung
jawab sosial merujuk pada kewajiban-kewajiban sebuah perusahaan untuk
melindungi dan memberi kontribusi kepada masyarakat dimana perusahaan itu
berada. Sebuah perusahaan mengemban tanggung jawab sosial dalam tiga domain:
1.
Pelaku-Pelaku
Organisasi, meliputi:
a.
Hubungan
Perusahaan dengan Pekerja(QS. An-nisa ayat 149)
b.
Hubungan
Pekerja dengan Perusahaan
c.
Hubungan
Perusahaan dan Pelaku Usaha Lain; distributor, konsumen, pesaing.
2.
Lingkungan
Alam(QS. Al-A’raf ayat 56)
3.
Kesejahteraan
Sosial Masyarakat
Beberapa prinsip Islam dalam
menjalankan bisnis yang berkaitan dengan CSR:
·
Menjaga
lingkungan dan melestarikannya ( Surat Al-Maidah ayat 32)
·
Upaya
untuk menghapus kemiskinan (Surat Al-Hasyr ayat 7)
·
Mendahulukan
sesuatu yang bermoral bersih daripada sesuatu yang secara moral kotor,
walaupun mendatangkan keuntungan yang lebih besar (Surat Al-Maidah ayat 103).
·
Jujur
dan amanah (Surat Al-Anfal ayat 27)
2.3 Asuransi di Indonesia
2.3.1 Definisi dan Ruang Lingkup Asuransi
Menurut Undang-Undang Nomor 2 tahun 1992, asuransi didefinisikan
sebagai perjanjian antara dua pihak atau lebih dimana pihak penanggung
mengikatkan diri kepada pihak tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk
memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa
yang tidak pasti atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Asuransi tidak hanya
meliputi asuransi jiwa saja tetapi juga ada asuransi kerugian atas suatu barang
yang telah diperjanjikan sebelumnya.
Berdasarkan definisi tersebut, maka ruang lingkup
asuransi meliputi:
1. Pihak
tertanggung: berkewajiban membayar premi kepada pihak penanggung baik secara
tunai maupun angsuran;
2. Pihak
penanggung: berkewajiban membayar sejumlah uang kepada pihak tertanggung pada
saat terjadi klaim sesuai dengan yang diperjanjikan;
3. Peristiwa
yang tidak disengaja yang menyebabkan terjadinya klaim kepada pihak
tertanggung; dan
4. Risiko
yang mungkin akan terjadi dan menyebabkan kerugian karena peristiwa yang tidak
tertentu.
2.3.2 Definisi dan Konsep Dasar Asuransi Syariah
Asuransi Syariah didefinisikan sebagai usaha
saling melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui
investasi dalam bentuk dana tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi risiko tertentu melalui akad (perjanjian) yang sesuai dengan
syariah. Akad yang sesuai dengan syariah adalah akad-akad yang tidak melanggar
prinsip syariah yaitu tidak: maysir (perjudian), gharar (ketidakpastian), riba
(berbasis bunga), dhalim (tidak adil) dan haram.
Adapun konsep dasar asuransi syariah adalah
sebagai berikut:
1. Premi
asuransi yang dibayarkan pihak tertanggung tidak menjadi pendapatan perusahaan
asuransi syariah, melainkan milik peserta asuransi secara kolektif setelah
dikurangi fee pengelolaan untuk
perusahaan;
2. Premi
asuransi yang dibayarkan pihak tertanggung diakumulasikan untuk dibagi
berdasarkan risiko yang mungkin timbul diantara peserta asuransi;
3. Peranan
perusahaan asuransi terbatas pada underwriter,
collector & claim
payer dan fund manager;
4. Sumber
pendanaan perusahaan asuransi berasal dari fee
pengelolaan dan bagi hasil dari investasi;
5. Setiap
surplus maupun defisit asuransi merupakan tanggungjawab peserta asuransi secara
kolektif;
2.3.3 Perbedaan Asuransi dengan Asuransi Syariah
Asuransi syariah berbeda dengan asuransi biasa
baik dari segi fundamental maupun teknis. Secara ringkas, perbedaan kedua
asuransi tersebut dapat diperjelas dengan tabel 2.
Tabel 2. Perbedaan antara
Asuransi dan Asuransi Syariah
JENIS PERBEDAAN
|
ASURANSI SYARIAH
|
ASURANSI BIASA
|
Visi dan Misi
|
Visi: Mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan dunia dan akhirat
Misi: Bermuamalah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah
|
Visi: Mencapai keuntungan yang maksimal
Misi: Mencapai surplus underwriting dan profit yang semakin
meningkat
|
Konsep
|
Sekumpulan orang yang saling menanggung antara satu dengan yang
lainnya dengan cara membayar sejumlah dana dengan akad tabarru’ (kebajikan)
|
Perjanjian antara dua pihak atau lebih dimana pihak tertanggung
berkewajiban membayar premi kepada pihak penanggung
|
Akad
|
Akad tabarru’ dan tijarah (prinsip jual beli)
|
Akad jual beli
|
Prinsip Dasar
|
Tauhid, Keadilan, Taawun,Kerja sama,Amanah,Kerelaan,
Larangan riba, maysir, dan gharar.
|
Insurable Interest,Utmost Good Faith, Indemnity,
Subrogation,Contribution, dan Proximate Cause
|
Dewan Pengawas Syariah
|
Ada, berfungsi untuk melakukan pengawasan terhadap kesesuaian
syariah
|
Tidak ada, sehingga dalam prakteknya banyak bertentangan dengan
prinsip syariah
|
Konsep Risiko
|
Sharing of risk, dimana risiko ditanggung oleh seluruh peserta
asuransi
|
Transfer of risk, dimana risiko ditanggung oleh perusahaan
asuransi
|
Unsur Premi
|
Iuran atau kontribusi terdiri atas unsur tabarru’ yang dihitung
dari tabel mortalita tanpa perhitungan bunga
|
Sumber biaya klaim berasal dari dana premi yang masuk ke dalam
rekening perusahaan asuransi
|
Sistem Akuntansi
|
Menggunakan metode accrual
basis dan cash basis tetapi
hanya menggunakan metode cash basis
untuk perhitungan bagi hasil
|
Menggunakan metode cash
basis dan accrual basis yang
tetap mengakui adanya pendapatan meski belum diterima
|
Pembayaran Klaim
|
Berasal dari rekening tabarru’
|
Berasal dari rekening perusahaan
|
METODE PENULISAN
1.1. Teknik Pengumpulan Data
Data yang dimpulkan meliputi
data sekunder yang berasal dari internet, jurnal penelitian, hasil survei, buku
referensi atau artikel–artikel ilmiah dari sumber yang kredibel.
1.2. Teknik Pengolahan Data
Input
|
Proses
|
Output
|
Input :
Data yang dikumpulkan meliputi data
sekunder yang berasal dari jurnal penelitian dan hasil survei baik cetak maupun
elektronik (internet), literatur buku maupun dari situs-situs koran online.
Proses :
menganalisis data yang terkumpul yang
berkaitan dengan permasalahan yang diangkat dalam karya tulis.
Output :
penyajian data berupa makalah karya tulis
1.3. Teknik Analisis Data
Berdasarkan karakteristiknya,
penelitian ini menggunakan pendekatan analisis deskriptif. Penelitian
deskriptif mempunyai sifat-sifat tertentu, yaitu bahwa penelitian itu: 1)
memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang,
pada masalah-masalah yang aktual, 2) data yang dikumpulkan mula-mula disusun,
dijelaskan dan kemudian dianalisis, pelaksanaan penelitian-penelitian
deskriptif tidak terbatas hanya sampai pada pengumpulan dan penyusunan data,
namun data yang diperoleh kemudian dipaparkan, dan penulis melakukan
interpretasi data untuk mendapatkan pemahaman yang memadai (Surakhmad, 1994)
dalam (Wijaya, 2003).
Analisis mengenai aplikasi konsep Asuransi Alam Syariah (ALAMSYAH) dengan
memanfaatkan dana CSR terintegrasi yang berkomitmen untuk mengembalikan alam
yang telah rusak dan untuk mewujudkan ekonomi hijau yang telah dicanangkan
sejak dulu oleh pemerintah.
BAB
IV
PEMBAHASAN
4.1 Analisis
Kondisi Pengelolaan Lingkungan di Indonesia
4.1.1 Permasalahan
Lingkungan di Indonesia
Satuan sistem ekologi (ekosistem/lingkungan) tidak dibatasi oleh batas administrasi, tetapi dibatasi oleh
kesamaan karakteristik dari kesatuan ekosistem tersebut. Karakteristik yang
menonjol di suatu wilayah ekosistem akan menentukan pola pengelolaannya. Ada 5
karakteristik lingkungan, yaitu: 1)
selalu berubah, 2) mengandung ketidakpastian, 3) kompleks, 4) mengundang
konflik dan 5) terbatas. Agar dapat mengelola lingkungan hidup dengan baik dan
benar, maka perlu diketahui permasalahan lingkungan yang harus ditangani dengan
cara-cara yang sesuai dengan permasalahan lingkungan tersebut. Masalah
lingkungan hidup dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu
permasalahan lingkungan alam,
permasalahan lingkungan buatan dan permasalahan lingkungan sosial.
1. Permasalahan Lingkungan Alam.
Permasalahan lingkungan alam di Indonesia terutama meliputi 6
hal, yaitu :
a. Sumberdaya Lahan
Permasalahan-permasalahan yang ada antara lain :
·
Bertambahnya jumlah penduduk disertai dengan
meningkatnya pembangunan menyebabkan terjadinya pergeseran pola penggunaan
lahan, seperti pergeseran dari penggunaan lahan untuk pertanian menjadi
pemukiman dan industri
·
Pola penggunaan lahan tidak sesuai dengan
kemampuan lahan sehingga menimbulkan menimbulkan berbagai masalah seperti lahan kritis, hilangnya lahan pertanian yang
subur, pencemaran tanah dan lain-lain
·
Degradasi lahan karena penggunaan bahan-bahan
kimia untuk pertanian, dan penggunaan tanah yang tidak sesuai dengan kemampuan
dan kesesuaian lahan.
·
Eksploitasi Pertambangan, Sifat usaha pertambangan khususnya tambang terbuka (open pit mining), selalu merubah bentang alam sehingga mempengaruhi
ekosistem dan habitat aslinya. Beberapa
perusahaan pertambangan besar dalam melakukan aktifitasnya banyak menimbulkan
masalah lingkungan, seperti pembuangan tailing pada PT. Freeport
Indonesia ke sungai yang telah menimbulkan masalah. Begitu juga penambangan
pasir laut yang banyak menyimpang dari ketentuan yang berlaku. Berdasarkan usaha pertambangan yang cenderung ditolak masyarakat, kondisi
ini diperburuk
oleh banyaknya Pertambangan Tanpa Ijin (PETI) yang sangat merusak lingkungan.
b. Sumber Daya Air
Pesatnya perkembangan industri dan peningkatan jumlah
penduduk telah memacu penggunaan air baik berupa air tanah maupun air permukaan
untuk keperluan domestik, industri, PLTA, irigasi, dan lain-lain. Hal ini
merupakan ancaman bagi ketersediaan/kuantitas air dan kualitas air. Beberapa
permasalahan yang timbul adalah pencemaran air karena limbah industri, kegiatan
pertanian, penurunan muka air tanah sehingga terjadi intrusi air laut.
c. Sumberdaya Hutan
Kualitas dan kuantitas sumber daya hutan cenderung menurun
karena pembalakan kayu yang berlebihan oleh para pemegang HPH (Hak Pengusahaan
Hutan), kebakaran hutan, perambahan hutan, perladangan berpindah, tumpang tindih
penggunaan lahan hutan dengan kegiatan pembangunan seperti perkebunan, transmigrasi,
pertambangan, pembangunan jalan dan prasarana lainnya. Sementara itu
kegiatan-kegiatan rehabilitasi belum memadai dibanding dengan laju kerusakan yang
terjadi.
Tabel 1.
Laju Kerusakan Hutan di Indonesia (Harian Media Indonesia, 2007)
Tahun
|
Laju Kerusakan ( juta hektar per tahun )
|
1985 – 1998
|
1,6
|
2000
|
3,8
|
2004
|
2,4
|
2005
|
2,8
|
2006
|
1,9
|
d. Keanekaragaman Hayati
Sampai saat ini 90 jenis flora dan 176 fauna di Pulau Sumatera
terancam punah. Populasi orang utan di Kalimantan menyusut tajam, dari 315.000
ekor di tahun 1900 menjadi 20.000 ekor di tahun 2002. Hutan bakau di Jawa dan
Kalimantan menyusut tajam, disertai rusaknya berbagai ekosistem. Gambaran
tersebut menempatkan Indonesia pada posisi kritis berdasarkan Red Data Book IUCN (International Union for the
Conservation of Nature). Proses
land clearing pada saat operasi
penambangan menghasilkan dampak lingkungan yang sangat signifikan yaitu
hilangnya vegetasi alami. Apalagi kegiatan penambangan yang dilakukan di dalam
kawasan hutan lindung. Hilangnya vegetasi akan berdampak pada perubahan iklim
mikro, keanekaragaman hayati (biodiversity) dan habitat satwa menjadi
berkurang. Tidak adanya vegetasi akan membuat lahan menjadi terbuka dan akan
memperbesar erosi serta sedimentasi pada saat musim hujan.
e. Pesisir dan Lautan
Permasalahan di Indonesia terutama karena eksploitasi yang
berlebihan tanpa terkendali terhadap sumberdaya alam di wilayah pesisir dan
lautan, seperti hutan mangrove, terumbu karang, pasir laut, dan lain-lain. Hal
ini menyebabkan degradasi ekosistem pesisir dan
lautan. Selain itu terjadi pencemaran oleh logam berat dan tumpahan minyak.
f. Udara
Udara merupaka bagian
atmosfer yang peka terhadap pengaruh
lingkungan. Pencemaran udara akan mempengaruhi kualitas udara, cuaca dan
iklim. Peningkatan konsentrasi gas-gas akibat aktifitas manusia untuk memenuhi
kebutuhannya akan menyebabkan menipisnya lapisan ozon yang menyebabkan pemanasan global.
2. Permasalahan Lingkungan Buatan
Permasalahan yang terjadi terutama adalah kualitas lingkungan
di perkotaan yang cenderung menurun, seperti kurangnya ruang terbuka hijau,
anak, dan lapangan olah raga, banyaknya pemukiman kumuh, harga tanah yang
semakin mahal serta masalah yang timbul karena sampah kota dan pencemaran.
3. Permasalahan Lingkungan Sosial
Perubahan masyarakat dari bersifat tradisional agraris ke masyarakat
era industri (modernisasi) menyebabkan perubahan-perubahan sosial antara lain :
a.
Perubahan pranata (pranata keluarga, pemerintahan,
ekonomi, agama, pendidikan, dan lain-lain)
b.
Perubahan Nilai (gotomg royomg, kesetiakawanan
sosial, loyalitas dan kebersamaan menjadi kebebasan, individual, materialistik,
liberal, dan lain-lain.)
c.
Kenekaragaman kelompok. Berkembangnya pranata dan
niali-nilai masyarakat membawa semakin berkembangnya ragam kelompok sosial dan
kelas ekonomi
d.
Kontrol Sosial. Melemahnya kontrol sosial dalam
masyarakat dan keluarga telah banyak memunculkan masalah-masalah sosial
psikologis dalam masyarakat
Perubahan-perubahan di atas membawa dampak sosial budaya, yaitu
munculnya kelompok-kelompok eksis (surplus) dan kelompok-kelompok yang tersisih
(tidak dapat berperan dalam pembangunan), yang pada akhirnya menimbulkan persaingan
antar kelompok, konflik kepentingan,
diskriminasi, ketimpangan sosail, makin banyaknya kelompok masyarakat yang
menjadi beban lingkungan, serta pemborosan sumber daya alam (energi) dari
kelompok masyarakat yang surplus.
4.1.2 Pendekatan
Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam pengelolaan lingkungan hidup terdapat 8 pendekatan.
Pemilihan pendekatan/instrumen mana yang akan digunakan tergantung pada karakteristik
lingkungan yang menonjol dan permasalahan lingkungan yang ada. Adapun 8
pendekatan tersebut adalah :
1. Pendekatan Teknologis
Melalui pendekatan ini, maka teknologi yang membawa dampak
kerusakan lingkungan diganti dengan teknologi yang ramah lingkungan (teknologi
bersih), juga dikembangkan teknologi pengelolaan limbah. Dalam hal ini diterapkan prinsip 4 R, yang
terdiri dari reuse (pemakaian
kembali), reduce (pengurangan), recycle (daur ulang) dan recovery.
2. Pendekatan Administrasi, Hukum dan Peraturan
Pendekatan ini dilakukan dengan jalan melakukan penataan dan
pengaturan terhadap manusia sebagai pelaku lingkungan, sehingga perilaku
manusia dapat terkendali, yang pada akhirnya diharapkan dampak negartif dari
kegiatannya terhadap lingkungan akan berkurang atau dapat diatasi. Pendekatan
ini dapat dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu :
·
Mengikat (ada konsekuensi hukuman), seperti AMDAL
(Peraturan Pemerintah No. 51 Th 1993). UKL (Upaya Pengelolaan Lingkungan), UPL (Upaya
Pemantauan Lingkungan), baku mutu, tata ruang dan lain-lain).
·
Suka rela (ada konsekuensi di masyarakat nasional/internasional) seperti ecolabelling,
sertifikat halal.)
3. Pendekatan Ekonomis
Dalam pendekatan ini, setiap komponen lingkungan dianggap
mempunyai harga ekonomi dan dilakukan
evaluasi terhadap perubahan lingkungan. Jika diketahui harga lingkungan sangat
mahal. Maka diharapkan manusia akan berhati-hati terhadap lingkungannya. Dalam
ekonomi lingkungan, barang lingkungan dianggap sebagai barang produksi sehingga
faktor lingkungan diinternalkan/dimasukkan ke dalam biaya produksi. Dengan
demikian lingkungan merupakan barang yang sangat berharga.
4. Pendekatan Pendidikan/Pelatihan
Kondisi mayarakat yang masih kurang informasi lingkungan atau
mempunyai tanggung jawab terhadap lingkungan yang masih rendah ataupun sebagai korban ketidakadilan dalam
pengelolaan lingkungan, maka untuk mengantisipasi semua kondisi tersebut diperlukan
pendidikan dan pelatihan mengenai lingkungan
hidup dan pengelolaannya. Pendidikan/Pelatihan ini dapat dilakukan secara
formal maupun informal
5. Pendekatan Sosial Budaya
Keragaman sosial budaya dalam masyarakat akan mempengaruhi pandangan dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan
lingkungan, sehingga tidak dapat dilakukan generalisasi dalam pengelolaan
lingkungan di tiap wilayah masyarakat. Jadi pengelolaan lingkungan akan
bersifat lokal dan spesifik untuk suatu wilayah tertentu. Harus diperhatikan
juga adanya indigenous knowledge (pengetahuan
lokal) yang merupakan kearifan tradisional/masyarakat setempat dalam
pengelolaan lingkungan.
6. Pendekatan Sosio-Politik
Dengan adanya konflik kepentingan antar berbagai pihak, maka
harus dilakukan upaya mengelola konflik tersebut dan dapat memecahkan permasalahan
dengan musyawarah secara bijaksana, sehingga dapat tercipta win-win
solution diantara pihak-pihak yang berkonflik. Pendekatan
sosio-politik ini biasanya
digunakan untuk menyelesaikan
konflik kepentingan antar wilayah/antar sektor/antar kelompok etnik.
7. Pendekatan Ekologis
Pendekatan ini dianggap sebagai satu-satunya pendekatan yang
mendasarkan diri pada kepentingan altruistic, dan
cenderung mengacu pada
strategi konservasi dunia.
Strategi konservasi dunia mencakup 3 hal, yaitu :
a.
Perlindungan proses ekologis yang penting sebagai
sistem penyangga kehidupan
b.
Pengawetan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya
c.
Pemanfaatan jenis dan ekosistem secara lestari
Adapun kelemahan/kendala dalam pendekatan ini
adalah :
a.
Ketidaksempurnaan informasi keilmuan bagi suatu
persoalan lingkungan
b.
Penentuan batas ekosistem sangat relatif
c.
Adanya alternatif mekanisme pemecahan persoalan
lingkungan yang tidak siap dihadapi oleh
masyarakat
8. Pendekatan Agama
Moral dan sikap mental manusia sebagai pengelola lingkungan merupakan
landasan dasar bagi manusia untuk mensikapi lingkungan hidupnya. Moral dan sikap
manusia itu sangat dipengaruhi oleh ketaatan pada agamanya, sedangkan agama mengatur
manusia dan memberi arahan dalam mengelola bumi/lingkungan hidupnya. Jadi, dengan
pendekatan pada agama diharapkan manusia akan
lebih arif dan bijaksana terhadap lingkungannya.
4.2 Analisis
Penerapan Kebijakan Corporate
Social Resposibilty (CSR) di Indonesia
4.2.1 Regulasi
Corporate Social Resposibily (CSR) di
Indonesia
CSR semakin menguat terutama setelah
dinyatakan dengan tegas dalam UU PT No.40 Tahun 2007 yang belum lama ini
disahkan DPR. Disebutkan bahwa PT yang menjalankan usaha di bidang dan/atau
bersangkutan dengan sumber daya alam wajib menjalankan tanggung jawab sosial
dan lingkungan (Pasal 74 ayat 1). UU PT tidak menyebutkan secara rinci berapa
besaran biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk CSR serta sanksi bagi
yang melanggar. Pada ayat 2, 3 dan 4 hanya disebutkan bahwa CSR ”dianggarkan
dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan
memperhatikan kepatutan dan kewajaran”. PT yang tidak melakukan CSR dikenakan
sanksi sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan. Peraturan lain yang
menyentuh CSR adalah UU No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Pasal 15 (b)
menyatakan bahwa ”Setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab
sosial perusahaan.” Meskipun UU ini telah mengatur sanksi-sanksi secara
terperinci terhadap badan usaha atau usaha perseorangan yang mengabaikan CSR
(Pasal 34), UU ini baru mampu menjangkau investor asing dan belum mengatur
secara tegas perihal CSR bagi perusahaan nasional. Jika dicermati, peraturan
tentang CSR yang relatif lebih terperinci adalah UU No.19 Tahun 2003 tentang
BUMN. UU ini kemudiaan dijabarkan lebih jauh oleh Peraturan Menteri Negara BUMN
No.4 Tahun 2007 yang mengatur mulai dari besaran dana hingga tatacara
pelaksanaan CSR. Seperti kita ketahui, CSR milik BUMN adalah Program Kemitraan
dan Bina Lingkungan (PKBL).
Dalam UU BUMN dinyatakan bahwa
selain mencari keuntungan, peran BUMN adalah juga memberikan bimbingan bantuan
secara aktif kepada pengusaha golongan lemah, koperasi dan masyarakat.
Selanjutnya, Permen Negara BUMN menjelaskan bahwa sumber dana PKBL berasal dari
penyisihan laba bersih perusahaan sebesar 2 persen yang dapat digunakan untuk
Program Kemitraan ataupun Bina Lingkungan. Peraturan ini juga menegaskan bahwa pihak-pihak
yang berhak mendapat pinjaman adalah pengusaha beraset bersih maksimal Rp 200
juta atau beromset paling banyak Rp 1 miliar per tahun (sumber: Majalah Bisnis
dan CSR 2007). Namun UU ini pun masih
menyisakan pertanyaan. Selain hanya mengatur BUMN, program kemitraan perlu
dikritisi sebelum disebut sebagai kegiatan CSR. Menurut Sribugo Suratmo (2008),
kegiatan kemitraan mirip dengan sebuah aktivitas sosial dari perusahaan, namun
di sini masih ada bau bisnisnya, yakni masing-masing
pihak harus memperoleh keuntungan. Selain itu, kalangan yang kontra UU CSR
berpendapat bahwa core business
perusahaan adalah mencari keuntungan. Oleh karena itu, ketika perusahaan
diwajibkan memerhatikan urusan lingkungan dan sosial, sama artinya dengan
mendesak Greenpeace dan Save The Children untuk berubah menjadi korporasi yang
mencari keuntungan ekonomi. Kelompok yang setuju dengan UU CSR umumnya
berargumen bahwa CSR memberi manfaat positif terhadap perusahaan, terutama
dalam jangka panjang. Selain menegaskan brand
differentiation perusahaan, CSR juga berfungsi sebagai sarana untuk
memperoleh license to operate, baik
dari pemerintah maupun masyarakat. CSR juga bisa berfungsi sebagai strategi risk management perusahaan
(Suharto, 2008). Meskipun telah membayar pajak kepada pemerintah, perusahaan
tidak boleh lepas tangan terhadap permasalahan lingkungan dan sosial di sekitar
perusahaan. Di Indonesia yang masih menerapkan residual welfare state, manfaat pajak seringkali tidak dirasakan secara
langsung oleh masyarakat kelas bawah, orang miskin dan komunitas adat terpencil
karena kebijakan dan program
sosial negara bersifat fragmented dan
tidak melembaga.
4.2.2 Penerapan Kebijakan Corporate Social Responsibility (CSR) oleh Perusahaan di Indonesia
Semenjak keruntuhan rezim Orde
Baru masyarakat semakin berani untuk beraspirasi dan mengekspresikan
tuntutannya terhadap perkembangan dunia
bisnis Indonesia. Masyarakat telah semakin kritis dan mampu melakukan kontrol
sosial (social control) terhadap dunia usaha. Hal inilah yang menuntut para
pelaku bisnis untuk menjalankan usahanya
Penerapan CSR di Indonesia
sendiri semakin meningkat baik dalam kuantitas maupun kualitas. Selain
keragaman kegiatan dan pengelolaannya semakin bervariasi, dilihat dan kontribusi
finansial, jumlahnya semakin besar. Penelitian PIRAC pada tahun 2001 (Edi
Suharto, 2002) menunjukkan bahwa dana CSR di Indonesia mencapai lebih dan 115
miliar rupiah atau sekitar 11.5 juta dollar AS dan ISO perusahaan yang
dibelanjakan untuk 279 kegiatan sosial yang terekam oleh media massa. Meskipun
dana ini masih sangat kecil jika dibandingkan dengan dana CSR di Amerika
Senikat, dilihat dan angka kumulatif
tersebut, perkembangan CSR di Indonesia cukup menggembirakan. Angka
rata-rata perusahaan yang menyumbangkan dana bagi kegiatan CSR adalah sekitar
640 juta rupiah atau sekitar 413 juta per kegiatan. Sebagai perbandingan, di AS
porsi sumbangan dana CSR pada tahun 1998 mencapai 21.51 miliar dollar dan tahun
2000 mencapai 203 miliar dollar atau sekitar 2.030 triliun rupiah (Saidi dan
Abidin, 2004).
Berbagai kegiatan CSR yang
berlangsung selama ini memberikan gambaran kepada kita mengenai pola model CSR
perusahaan sebagai entitas bisnis. Secara umum ada 4 pola atau model CSR yang
dapat dilakukan oleh sebuah perusahaan antara lain :
a.
Keterlibatan langsung. Perusahaan menjalankan program CSR secara langsung dengan
menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan ke
masyarakat tanpa perantara.
b.
Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan. Perusahaan mendirikan yayasan
sendiri di bawah perusahaan atau groupnya. Beberapa yayasan yang didirikan
perusahaan diantaranya adalah Yayasan Coca Cola Company, Yayasan Dharma
Bakti Astra, Yayasan Rio Tinto (perusahaan pertambangan). Yayasan Dharma
Bhakti Astra, Yayasan Sahabat Aqua, GE Fund dan lain-lain.
c.
Bermitra dengan pihak lain. Perusahaan menyelenggarakan CSR melalui kerjasama
dengan lembaga sosial/organisasi non-pemerintah (Ornop), instansi pemerintah,
universitas atau media massa, baik dalam mengelola dana maupun dalam
melaksanakan kegiatan sosialnya. Beberapa lembaga sosial/ Ornop yang
bekerjasama dengan perusahaan dalam menjalankan CSR antara lain adalah Palang
Merah Indonesia (PMI). Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI), Dompet
Dhuafa, Instansi Pemerintah (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia/
LIPI, Depdiknas, Depkes, Depsos), universitas (UI, ITS, IPB, UNAIR, dan
lain-lain), media massa (Kompas, Kita Peduli Indosiar).
d.
Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium. Perusahaan turut mendirikan,
menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan
sosial tertentu. Dibandingkan dengan model lainnya, pola ini lebih berorientasi
pada pemberian perusahaan yang
bersifat hibah pembangunan. Pola
ini pertama kali dipakai pada awal pada awal 1980-an, ketika sejumlah individu
dan perusahaan mendirikan Dana Mitra Lingkungan (DML). DML kemudian
menyalurkan dana bantuan itu kepada kelompok maupun individu yang memiliki
kegiatan dengan visi dan misi sama dalam bidang lingkungan hidup. Contoh lain model ini
dilakukanoleh Yayasan Mitra Mandiri (YMM) yang didirikan tahun 1995 yang
merupakan afiliasi serta hasil alih teknologi dan United Way International.
4.3 Analisis
Konsep Asuransi Syariah dalam Perannya Megurangi Kerusakan
Lingkungan Akibat Eksploitasi
ALAMSYAH adalah suatu perusahaan
yang berperan sebagai pihak penanggung (insurer atau insurador) yang
melakukan aktivitas jasa pengalihan jaminan pemenuhan pertanggungan dan
pendanaan yang siap untuk menunjang aktivitas resiko lingkungan pasca
penambangan yang berbasis syariah. Sistem yang digunakan dalam asuransi syariah
adalah sistem takaful (tolong-menolong)
yang merupakan bentuk umum dari sebuah perusahaan (ALAMSYAH).
Beberapa hal yang perlu
diperhatikan agar proses dan prosedur asuransi alam syariah di Indonesia dapat
diterapkan, yaitu:
a.
Perlu adanya
sumber data dan informasi yang akurat terkait dengan keberadaan sumber daya
alam yang akan diasuransikan
b.
Perlu menentukan
pendekatan penilaian ekonomi-ekologi yang tepat dan baku serta sesuai dengan
sifat dan karakteristik sumber daya
c.
Perlu melakukan
valuasi ekonomi sumberdaya
d.
Perlu disiapkan
payung hukum dan perundangan yang adil dan tegas.
Oleh karena itu, asuransi syariah
perlu ditindaki lebih serius. Ada beberapa alasan mengapa ALAMSYAH begitu cocok
bagi perusahaan pertambangan, yaitu:
1. Perkembangan asuransi syariah ini menunjukkan respons yang positif
dari masyarakat dunia akan sistem asuransi berbasis syariah. Hal ini
menunjukkan bahwa asuransi syariah dapat diterima (applicable) dan menjadi alternatif bagi sistem asuransi yang berjalan
selama ini. Hal ini dilihat dari perkembangan aset asuransi yang dinyatakan
cukup pesat. Dari aset $550 juta pada tahun 2000, $193 juta diantaranya berada
di Asia Pasifik, meningkat menjadi $1,7 milyar. Angka ini terus meningkat
seiring dengan peningkatan jumlah asuransi syariah di dunia. Pada tahun 2004
asetnya sudah mencapai $2 milyar.
2. Dana CSR yang terkumpul dari perusahaan tambang akan dikelola oleh
perusahaan ALAMSYAH, diinvestasikan sesuai dengan syariat islam dan selanjutnya
diintegrasikan dan digunakan untuk rehabilitasi lingkungan, pemanfaatan lahan
pasca penambangan sebagai area wisata, dan peningkatan kesejahteraan untuk
masyarakat area penambangan.
3. Keuntungan investasi dibagi menjadi tiga sektor, (1) untuk
kegiatan rehabilitasi dan pemanfaatan kembali lingkungan yang telah di
eksploitasi untuk mewujudkan ekonomi hijau (green
economic); (2) untuk pengembangan perusahaan pertambangan, disini
perusahaan tambang selaku pemilik dana dapat menikmati hasil investasi untuk
mengembangkan perusahaannya; (3) untuk perusahaan ALAMSYAH selaku pengelola
dengan prinsip bagi hasil.
4. Apabila perusahaan pertambangan mengalami kerugian maka perusahaan
asuransi alam syariah berkewajiban untuk mengembalikan lingkungan hutan yang
telah digunakan oleh perusahaan pertambangan sesuai dengan perjanjian
sebelumnya tanpa memberikan bantuan apapun terhadap perusahaan yang telah
bangkrut.
Kumpulan CSR terintegrasi dari perusahaan
pertambangan ini akan diinvestasikan sesuai dengan syariat Islam. Keuntungan
hasil investasi setelah dikurangi dengan beban asuransi, akan dibagi untuk dana
perwujudan ekonomi hijau dan dana sosial. Sistem asuransi syariah yang
digunakan khusus untuk perusahaan pertambangan adalah sistem asuransi syariah
yang menerapkan sistem produk saving
yaitu, setiap peserta wajib memberikan dana CSRnya secara teratur kepada
perusahaan. Besar CSR yang dibayarkan tergantung kepada keuangan peserta. Akan
tetapi, perusahaan menetapkan jumlah minimum CSR yang akan dibayarkan. Setiap CSR
yang dibayarkan oleh peserta, akan dipisah dalam dua rekening yang berbeda,
yaitu:
1. Rekening tabungan peserta, yaitu dana yang merupakan milik peserta
yang dibayarkan bila:
a. Perjanjian berakhir,
b. Peserta mengundurkan diri,
c. Peserta telah bangkrut.
2. Rekening Tabarru’, yaitu
kumpulan dana kebajikan yang telah diniatkan oleh peserta sebagai iuran dana
kebajikan untuk tujuan saling tolong-menolong dan saling membantu, yang
dibayarkan bila:
a. Peserta bangkrut,
b. Perjanjian telah berakhir (jika ada surplus dana)
70% (Contoh) Investasi
|
30% (Contoh)
|
PESERTA
|
PERUSAHAAN
|
Keuntungan
Perusahaan
|
Biaya
Operasional
|
Bayar
pada Peserta
|
Investasi
|
Total
Dana
|
Rekening
Tabungan
|
Rekening
Tabungan
|
Hasil Investasi
|
Rekening
Khusus
|
Manfaat
Takaful
|
Pada
Peserta
|
Rekening
Tabungan
|
Rekening
Khusus
|
CSR
Takaful
|
Sistem inilah sebagai implementasi
dari sistem takaful dan akad mudharabah, sehingga asuransi syariah
dapat terhindar dari unsur gharar dan
maisir. Selanjutnya kumpulan dana
peserta ini diinvestasikan sesuai dengan syariat islam. Tiap keuntungan dari
hasil investasi, setelah dikurangi dengan beban asuransi (klaim dan CSR asuransi),
akan dibagi menurut prinsip al-
mudharabah. Presentase pembagian mudharabah
dibuat dalam suatu perbandingan tetap berdasarkan perjanjian kerja sama antara
perusahaan dan peserta, misalnya dengan 70:30, 60:40, dan seterusnya.
1. Persetujuan Pabean
2. Pembebasan Bea Masuk Impor
Mesin/peralatan
|
1. Perizinan Daerah (IMB,HO,dan lain-lain)
2. Izin Teknis Sektor
3. Pendaftaran ISO 14000/14001
|
1. API-P
2. Izin Kerja Tenaga Asing
3. Pendaftaran Asuransi Alam Syariah
|
1. Persetujuan Pabean
2. Persetujuan Bea Masuk Impor Bahan
|
USAHA
|
IZIN
USAHA (IU)
|
Pendaftaran
|
AKTA PENDIRIAN
|
Pendaftaran
|
IZIN PRINSIP
|
PENGESAHAN BADAN HUKUM
OLEH MENTERI HUKUM DAN HAM
|
Pendaftaran
|
Asuransi
Alam Syariah
(ALAMSYAH)
|
CSR
|
Keuntungan
Perusahaan
|
dikumpulkan
|
CSR
Terintegrasi
|
Lingkungan
|
Sosial
|
Gambar 3. Alur
Proses Pendaftaran Perusahaan Pertambangan (Penulis, 2012)
Dalam pendaftaran pendirian
perusahaan pertambangan, calon investor harus melewati beberapa alur sehingga calon investor tersebut bisa
berinvestasi di dalam negeri. Alur yang harus dilewati oleh calon investor
hanya dimiliki oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sehingga calon
investor bisa mendaftarkan diri ke dalam jasa asuransi.
CSR Perusahaan A
|
CSR Perusahaan B
|
CSR Perusahaan C
|
Asuransi Alam Syariah (ALAMSYAH)
|
Lingkungan
|
Sosial
|
Gambar 4. Alur Pemberian Dana CSR (Penulis, 2012)
Bagan diatas (Gambar 4) menjelaskan
tentang alur-alur yang harus dilewati calon investor untuk berinvestasi di
dalam negeri. Di dalam bagan tersebut menjelaskan bagaimana BKPM sebagai
instansi pemerintah bekerja sama dengan perusahaan ALAMSYAH untuk memberikan
pelayanan terhadap investor yang akan membuat suatu perusahaan pertambangan di
Indonesia.
Gambar diatas merupakan alur CSR
yang terintegrasi oleh ALAMSYAH yang nantinya akan bermuara kepada masyarakat yang berbentuk
dana social serta dana lingkungan sehingga penggunaan dana CSR semakin jelas
dan nyata dirasakan oleh masyarakat.
CSR yang ditawarkan oleh perusahaan ALAMSYAH kepada perusahaan
pertambangan merupakan suatu langkah jitu untuk menanggulangi kerusakan akibat
dari pertambangan yang tidak berdasarkan prinsip lingkungan. CSR tersebut bisa
dibrikan kepada perusahaan pertambangan dalam berbagai bentuk yaitu:
a. Pelatihan green mining
terhadap perusahaan pertambangan
Green mining adalah suatu bentuk usaha dimana suatu perusahaan pertambangan
melakukan pertambangan yang ramah lingkungan. Jadi, selain melihat aspek
ekonomisnya, perusahaan pertambangan juga harus melihat sisi lingkungan akibat
dari pertambangan. Perusahaan ALAMSYAH memberikan pelatihan green mining kepada perusahaan
pertambangan agar mereka mampu menerapkan green
mining concept didalam operasionalnya.
Gambar 5.
Penerapan Green Mining
(http://www.minerals.co.nz)
b. Melakukan revegetasi hutan
Revegetasi hutan merupakan salah satu cara untuk mengembalikan
fungsi hutan seperti semula. Meskipun dalam melakukan revegetasi hutan
membutuhkan waktu yang cukup lama, akan tetapi revegetasi hutan adalah salah
satu hal yang penting karena mengembalikan fungsi hutan merupakan salah satu
cara untuk menanggulangi bencana. Perusahaan ALAMSYAH dapat mememberikan CSR
berupa revegetasi hutan kepada perusahaan pertambangan yang “bangkrut” demi
mengembalikan fungsi alam kembali.
Gambar 6. Revegetasi Alam (http://www.canadiangeographic.ca/green-mining.asp)
c. Membuat sarana rekreasi bekas
tambang
Cara lain untuk memberikan CSR
terhadap perusahaan pertambangan adalah membuat bekas tambang yang telah
ditinggalkan menjadi tempat rekreasi. Cara tersebut diambil bila bekas tambang
tersebut tidak memungkinkan untuk direhabilitasi atau revegetasi kembali.
Membuat tempat rekreasi di bekas pertambangan adalah sebuah solusi untuk
menarik perhatian wisatawan sekaligus sebagai sarana pembelajaran untuk
melindungi alam dari kerusakan.
Gambar 7.
Perubahan Fungsi Tambang Sebagai Tempat Wisata (http://www.canadiangeographic.ca/green-mining.asp)
d.
Pemberian dana bantuan terhadap masyarakat
Dana CSR yang diterima oleh masyarakat
merupakan dana responsibility (tanggung
jawab) dari adanya CSR yang terintegerasi oleh ALAMSYAH yang berbentuk bantuan
pendidikan, infrastruktur, kesehatan, pinjaman lunak, dan lain-lain. Cara ini
diambil untuk mengembalikan externality
cost (biaya eksternalitas) yang merupakan biaya yang harus ditanggung
masyarakat akibat pertambangan yang diterima masyarakat secara langsung maupun
tidak langsung.
PENUTUP
5.1. Simpulan
Berdasarkan data dan pembahasan yang telah dilakukan
dapat dibuat beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.
Salah satu permasalahan lingkungan alam di Indonesia
yaitu lahan Kritis, rusaknya lahan kritis di indonesia antara lain disebabkan
oleh Bertambahnya jumlah penduduk, pola penggunaan lahan tidak sesuai dengan
kemampuan lahan, degradasi lahan dan
eksploitasi pertambangan.
2.
Corporate
Social Responsibility sangat
penting diterapkan diperusahaan pertambangan, CSR dengan prinsip profit, people and Planet, suatu upaya
menciptakan keseimbangan antara menciptakan keuntungan, harus seiring dan
sejalan selaras dengan fungsi-fungsi sosial dan pemeliharaan lingkungan hidup demi
terwujudnya pembangunan yang berkesinambungan. perusahaan memperoleh keuntungan, masyarakat
sekitar memperoleh manfaat sosial ekonomi dan kelestarian lingkungan/sumberdaya
alam tercipta.
3.
Asuransi
Alam Syariah (ALAMSYAH) suatu upaya mewujudkan ekonomi hijau dengan
melakukan proteksi untuk membatasi eksploitasi, melakukan rehabilitasi dan
pemanfaatan kembali hutan yang sudah dieksploitasi oleh perusahaan pertambangan
di Indonesia. Sehingga kekayaan sumberdaya alam di Indonesia dapat dimanfaatkan
untuk pembangunan ekonomi tanpa merusak lingkungan.
4.
Kumpulan dana CSR terintegrasi dari
perusahaan pertambangan akan
diinvestasikan sesuai dengan syariat Islam pada Asuransi Alam Syariah dengan
menggunakan sistem Takaful yang dapat secara
langsung melindungi
kerusakan alam akibat eksploitasi yang telah dilakukan oleh perusahaan
pertambangan. Selain itu, perusahaan asuransi syariah ini juga dapat membantu
perusahaan pertambangan lainnya melalui dana tabarru’ (dana kebajikan)
berupa dana CSR terintegrasi yang telah disepakati sebelumnya antara perusahaan
ALAMSYAH dengan perusahaan tambang yang ada.
5.2. Saran
Adapun saran
yang dapat disampaikan melalui karya tulis ini adalah :
1.
Diperlukan
upaya lebih untuk mengatasi segala permasalahan lingkungan yang terjadi sebagai
dampak dari kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh faktor alam dan terutama
oleh faktor manusia;
2.
Adanya kesinergisan antara berbagai komponen yaitu
pemerintah baik daerah maupun pusat, Kementerian ESDM, BKPM dan perusahaan
pertambangan dalam pengoptimalan pengumpulan dana CSR terintegrasi sebagai sumber dana Asuransi
Alam Syariah (ALAMSYAH).
3.
Adanya suatu kesinergisan antar berbagai
komponen yang ikut membangun berdirinya Asuransi Alam Syariah (ALAMSYAH) yakni kementerian
ESDM,
Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, BKPM (Badan Koordinasi
Penanaman Modal), Perusahaan Pertambangan selaku sasaran ALAMSYAH. sehingga tercipta
pembangunan ekonomi berkelanjutan yang memperhatikan aspek lingkungan di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2002. Laporan Status Lingkungan Hidup Indonesia Tahun Vol.1 (Online),
(http://images.prabang.multiply.multiplycontent.com.
Anonim. 2011. Pengertian Lingkungan Hidup
Menurut para Ahli. (Online), (http://geografi-geografi.blogspot.com/2011/01/pengertian-lingkungan-hidup-menurut.html.
Nurrofiq. 2010. Penyebab dan
Dampak Kerusakan Lingkungan. (Online), (http://www.g-excess.com/4725/penyebab-dan-dampak-kerusakan-lingkungan/.
Ali, hasan. 2004. Asuransi dalam Prespektif
Islam. Jakarta: Pranada media
Birstol,
PM. 2011. Leone at 50: Rich in Natural
Resources but Among Poorest Nations on Earth, What a Paradox!.
Nawir, A. A. 2008. Rehabilitasi Hutan di Indonesia: Akan Kemanakah Arahnya Setelah Lebih
Dari Tiga Dasawarsa. Center for International. Forestry Research (CIFOR),
Bogor.
Nursanti, I dan A. M. Rohim. 2009. Pengelolaan Kesuburan Tanah Mineral Masam
untuk Pertanian. Univ. Sriwijaya.
Pratanto
dan Lumbantobing, S. 1997. Asuransi
Lingkungan Hidup sebagai Produk baru dalam Kegiatan Perasuransian di Indonesia.
Jurnal AAMAI.
Sula, Syakir. 2004. Asuransi
Syariah (Life and General): Konsep dan Operasional. Jakarta:Gema Insani
Press
Winoto,
H. 2010. Natural resources: The curse of
developing countries?.
http://www.minerals.co.nz
Tidak ada komentar:
Posting Komentar