Page

Sabtu, 27 April 2013

Asuransi Alam Syariah


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
 Indonesia merupakan negara yang sangat kaya karena memiliki potensi sumber daya alam yang berlimpah. Sebagian besar kehidupan sumber daya alam hayati di Indonesia berada di hutan. Wilayah hutan tropis Indonesia terluas ketiga di dunia dengan cadangan minyak, gas alam, emas, tembaga dan mineral lainnya. Luas daratan dan hutan berdasarkan Kepulauan Indonesia juga cukup besar. Hasil tambang yang berasal dari hutan juga semakin meningkat dari tahun ke tahun. Terumbu karang dan kehidupan laut memperkaya 17.000 kepulaunnya. Lebih dari itu, Indonesia memiliki tanah, area lautan yang luas, dan kaya dengan berjenis-jenis ekologi. Keanekaragaman hayati yang dimiliki oleh Indonesia menempati urutan kedua setelah Brazil. Indonesia mempunyai 10% jenis tanaman dan bunga yang ada di dunia, 12% jenis binatang menyusui, 17% jenis burung, 25% jenis ikan, dan 10% sisa area hutan tropis (World Bank,1994).
Setiap tahun, rata-rata pendapatan hasil tambang semakin banyak. Hal tersebut diakibatkan oleh semakin banyaknya pembukaan lahan baru oleh perusahaan negeri (BUMN) ataupun perusahaan milik swasta (BUMS). Semakin banyak pembukaan lahan baru, akan mengakibatkan semakin banyaknya pula lahan yang mengalami degradasi atau kerusakan. Deforestation (perusakan hutan) di Indonesia saat ini telah menjadi ancaman yang sangat serius, setiap tahunnya kerusakan hutan yang terjadi  di wilayah Indonesia terutama di luar pulau jawa, sepanjang Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, sampai Papua telah berada pada kondisi yang sangat mengkhawatirkan. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendefinisikan Deforestation sebagai kejadian ketika lahan hutan ditebangi atau dibersihkan untuk dikonversi penggunaan lahan untuk sektor di luar kehutanan (Herman Hidayat, 2008). Kehancuran hutan menunjukkan pada penggantian dalam kualitas hutan, dan terjadi ketika beragam spesies dan biomas berkurang secara penting, misalnya, penggunaan hutan secara tidak lestari. Keadaan kerusakan hutan ini terjadi secara nyata di Indonesia. Hal ini terus berlangsung semenjak kebijakan mengenai pengelolaan hutan oleh pihak swasta diberlakukan melalui Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Kebijakan mengenai pengusahaan hutan yang mulai diberlakukan ketika masa pemerintahan Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto ini telah menimbulkan kerusakan hutan yang sangat mengkhawatirkan, karena melalui HPH pengeksploitasian hutan berjalan secara sporadis baik itu melaui loging maupun pertambangan.
Bahkan, sebuah badan dunia FAO (Food and Agricultural Organization) melansir sebuah hasil riset yang menempatkan Indonesia sebagai perusak hutan tercepat di dunia. Laju kerusakan hutan kita, menurut data itu, adalah 2 persen atau 1,87 juta hektar per tahun. Dengan kata lain, 51 km persegi hutan kita rusak setiap setiap hari atau atau 300 kali lapangan sepak bola setiap jamnya. Lembaga lain United Nation Environment Programme (UNEP/GRID-Arendal) pada Mei 2007 mempublikasikan perubahan wajah Pulau Kalimantan dalam enam dekade ke belakang dan satu setengah dekade ke depan. Pada tahun 1950, Kalimantan nyaris dipenuhi hijau hutan. Tahun 2005, Kalimantan sudah kehilangan sekitar 50% hijaunya. Pada 2020, diestimasikan bahwa hanya sedikit warna hijau (sekitar 25% saja) yang akan tertinggal di pulau ini.
Sejalan dengan laju kerusakan hutan yang cukup besar, sewajarnya dilakukan usaha proteksi untuk membatasi eksploitasi yang dilakukan para perusahaan pertambangan yang ada di Indonesia agar kerusakan hutan dapat ditekan dan dapat merehabilitasi hutan yang sudah di eksploitasi. Akan tetapi, kesalahan utama kebijakan dan orientasi pertambangan di Indonesia bermula dari Undang-Undang (UU) No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang diikuti penandatanganan kontrak karya (KK) generasi I antara pemerintah Indonesia dengan Freeport McMoran. Disusul dengan UU No. 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Sejak saat itu, Indonesia memilih politik hukum pertambangan yang berorientasi pada kekuatan modal besar dan eksploitatif. Dampak susulannya adalah keluarnya berbagai regulasi pemerintah yang berpihak pada kepentingan pemodal. Dari kebijakan-kebijakan pemerintah sendiri, akhirnya pemerintah terjebak dalam posisi lebih rendah dibanding posisi pemodal. Akibatnya, pemerintah tidak bisa bertindak tegas terhadap perusahaan pertambangan yang seharusnya patut ditindak.
Undang-undang tentang Corporate Social Resposibilty (CSR) di Indonesia diatur dalam UU Perusahaan Tambang  No.40 Tahun 2007 yang menyebutkan bahwa PT yang menjalankan usaha di bidang yang bersangkutan dengan sumber daya alam wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan (Pasal 74 ayat 1). CSR merupakan kepedulian perusahaan yang menyisihkan sebagian keuntungannya bagi kepentingan pembangunan manusia dan lingkungan secara berkelanjutan berdasarkan prosedur (procedure) yang tepat dan profesional. Akan tetapi, dalam prosedur pemberian CSR oleh perusahaan selalu mengalami kendala seperti (1) program CSR belum tersosialisasikan dengan baik di masyarakat; (2) masih terjadi perbedaan pandangan antara departemen hukum dan HAM dengan departemen perindustrian mengenai CSR di kalangan perusahaan dan industri; (3) belum adanya aturan yang jelas dalam pelaksanaan CSR di kalangan perusahaan. Oleh karena itu penulis menawarkan solusi inovatif dengan memanfaatkan dana CSR terintegrasi melalui Asuransi Alam Syariah (ALAMSYAH) yang berkomitmen untuk mengembalikan alam yang telah rusak dan untuk mewujudkan ekonomi hijau yang telah dicanangkan sejak dulu oleh pemerintah.
Konsep asuransi syariah yang berasaskan tolong-menolong merupakan salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut. Dengan sebuah asuransi yang berlandaskan agama, secara tidak langsung konsep perusahaan yang berwawasan lingkungan (go green) akan terbentuk dengan sendirinya karena tidak ada agama manapun yang mengajarkan untuk merusak alam.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimanakah kondisi pengelolaan lingkungan di Indonesia?
2.      Bagaimanakah penerapan kebijakan Corporate Social Responsibiilty (CSR) di Indonesia?
3.      Bagaimanakah konsep asuransi syariah dalam perannya megurangi kerusakan lingkungan akibat eksploitasi?

1.3  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan karya tulis ini adalah:
1.      Untuk mengetahui kondisi pengelolaan lingkungan di Indonesia.
2.      Untuk mengetahui penerapan kebijakan Corporate Social Responsibiilty (CSR) di Indonesia.
3.      Untuk Mengetahui konsep asuransi syariah dalam perannya megurangi kerusakan lingkungan akibat eksploitasi.

1.4   Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang diharapkan dapat dicapai dalam penulisan karya tulis ini adalah:
1.                        Bagi penulis
Meningkatkan kemampuan analisis suatu permasalahan dan menemukan solusi atas permasalahan tersebut. Selain itu juga dapat meningkatkan kemampuan penulis dalam membuat karya tulis dan menambah wawasan tentang asuransi pertanian khususnya asuransi pertanian berbasis syariah.
2.                        Bagi pembaca
Dapat menjadikan karya tulis ini sebagai bahan penelitian yang lebih komprehensif demi mengembangkan ilmu asuransi syariah dalam aplikasi kehidupan sehari-hari
3.                        Bagi pemerintah
Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan sebagai upaya peningkatan perekonomian Indonesia secara berkelanjutan (sustainability).
BAB II
TELAAH PUSTAKA

2.1 Kerusakan Lingkungan Hidup di Indonesia
2.1.1 Definisi Lingkungan Hidup
Definisi Lingkungan Menurut para ahli :
·         St. Munajat Danusaputra : Lingkungan adalah semua benda dan kondisi termasuk di dalamnya manusia dan aktivitasnya, yang terdapat dalam ruang di mana manusia berada dan mempengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia dan jasad hidup lainnya. (Darsono, 1995)
·         Emil Salim : Lingkungan hidup adalah segala benda, kondisi, keadaan dan pengaruh yang terdapat dalam ruangan yang kita tempati dan mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan manusia.
·         Salah seorang ahli ilmu lingkungan, yaitu Otto Soemarwoto mengemukakan bahwa dalam bahasa Inggris istilah lingkungan adalah environment. Selanjutnya dikatakan, lingkungan atau lingkungan hidup merupakan segala sesuatu yang ada pada setiap makhluk hidup atau organisme dan berpengaruh pada kehidupannya.
Adapun berdasarkan UU No. 23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda dan kesatuan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Sedangkan  menurut UU No. 32 tahun 2009, Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
2.1.2 Definisi dan Faktor Penyebab Terjadinya Kerusakan Lingkungan
Kerusakan lingkungan hidup terjadi karena adanya tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung sifat fisik dan/atau hayati sehingga lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan (KMNLH, 1998).
Berdasarkan definisi tersebut faktor penyebab terjadinya kerusakan lingkungan dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
1.      Kerusakan Lingkungan Hidup Faktor Alam
Bentuk bencana alam yang akhir-akhir ini banyak melanda Indonesia telah menimbulkan dampak rusaknya lingkungan hidup. Salah satunya adalah gelombang tsunami yang memporak-porandakan bumi Serambi Mekah dan Nias. Peristiwa alam lainnya yang berdampak pada kerusakan lingkungan hidup antara lain :
a.       Letusan gunung berapi
Letusan gunung berapi terjadi karena aktivitas magma di perut bumi yang menimbulkan tekanan kuat keluar melalui puncak gunung berapi.
b.      Gempa bumi
Gempa bumi adalah getaran kulit bumi yang bisa disebabkan karena beberapa hal, di antaranya kegiatan magma (aktivitas gunung berapi), terjadinya tanah turun, maupun karena gerakan lempeng di dasar samudra. Manusia dapat mengukur berapa intensitas gempa, namun  manusia tidak dapat memprediksikan kapan terjadinya gempa.
c.       Angin topan
Angin topan terjadi akibat aliran udara dari kawasan yang bertekanan tinggi menuju ke kawasan bertekanan rendah. Perbedaan tekanan udara ini terjadi karena perbedaan suhu udara yang mencolok. Serangan angin topan bagi negara-negara di kawasan Samudra Pasifik dan Atlantik merupakan hal yang biasa terjadi. Tetapi bagi Indonesia baru dirasakan di pertengahan tahun 2007. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan iklim di Indonesia yang tak lain disebabkan oleh adanya gejala pemanasan global.
2.      Kerusakan Lingkungan Hidup Faktor Manusia
Manusia sebagai penguasa lingkungan hidup di bumi berperan besar dalam menentukan kelestarian lingkungan hidup. Manusia merupakan salah satu kategori faktor yang menimbulakan kerusakan lingkungan hidup. Bentuk kerusakan yang di timbulkan oleh manusia adalah:
  • Terjadinya pencemaran (pencemaran udara, air, tanah, dan suara) sebagai dampak adanya kawasan industri.
  • Terjadinya banjir, sebagai dampak buruknya drainase atau sistem pembuangan air dan kesalahan dalam menjaga daerah aliran sungai dan dampak pengrusakan hutan.
  • Terjadinya tanah longsor, sebagai dampak langsung dari rusaknya hutan.
Beberapa ulah manusia yang baik secara langsung maupun tidak langsung juga membawa dampak pada kerusakan lingkungan hidup antara lain:
  • Penebangan hutan secara liar (penggundulan hutan).
  • Perburuan liar.
  • Merusak hutan bakau.
  • Penimbunan rawa-rawa untuk pemukiman.
  • Pembuangan sampah di sembarang tempat.
  • Bangunan liar di daerah aliran sungai (DAS).
  • Pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan di luar batas.

2.2  Corporate Social Responsibility
2.2.1 Kebijakan Corporate Social Responsibility
Seiring dengan pesatnya perkembangan sektor dunia usaha berbagai kalangan swasta, organisasi masyarakat, dan dunia pendidikan berupaya merumuskan dan mempromosikan tanggung jawab sosial sektor usaha dalam hubungannya dengan masyarakat dan lingkungan.
Upaya tersebut secara umum disebut sebagai corporate social responsibility (CSR) dan dimaksudkan untuk mendorong dunia usaha lebih etis dalam menjalankan aktivitasnya agar tidak berpengaruh atau berdampak buruk pada masyarakat dan lingkungan hidupnya, sehingga pada akhirnya dunia usaha akan dapat bertahan secara berkelanjutan untuk memperoleh manfaat ekonomi yang menjadi tujuan dibentuknya dunia usaha.
Substansi keberadaan Prinsip Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan bagi Perusahaan, (Corporate Social Responsibility-CSR), merupakan rangka dalam memperkuat kemampuan perusahaan untuk beradaptasi dengan lingkungannya dan komunitas yang terkait dengannya, baik lokal, nasional, maupun global.
Sedang Corporate Social Responsibility-CSR dalam berbagai perpektif para ahli dan dapat dapat didefinisikan, antara lain :
a.       Corporate Social Responsibility adalah sebuah pendekatan dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksi mereka denganpara pemangku kepentingan (stakeholder) berdasarkan prinsip kesukarelaan dan kemitraan (Nuryana, 2005).
b.      Sedang menurut International Organization for Standardization atau (ISO), mengartikan Corporate Social Responsibility sebagai tanggung jawab suatu organisasi yang atas dampak dari keputusan dan aktivitanya terhadap masyarakat dan lingkungan, melalui perilaku yang transparan dan etis yang konsisten dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat, memperhatikan kepentingan dari para konsumen, sesuai hukum yang berlaku dan konsisten dengan norma-norma internasional, dan terintegrasi di seluruh aktivitas organisasi, dalam pengertian ini meliputi baik kegiatan, produk maupun jasa.

 2.2.2  Sejarah Corporate Social Resposibily (CSR) di Indonesia
                 World Commission on Environment and Development (WCED) dalam Brundtland Report (1987), Elkington mengemas CSR ke dalam tiga fokus: 3P, singkatan dari  Profit,  Planet dan  People. Perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan ekonomi belaka (profit). Melainkan pula memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan (planet) dan kesejahteraan masyarakat (people).
                 Pengertian CSR di Asia sebagai komitmen perusahaan untuk beroperasi secara berkelanjutan (going concern) berdasarkan prinsip ekonomi, sosial dan lingkungan, seraya menyeimbangkan beragam kepentingan para stakeholders. Stakeholders dapat mencakup karyawan dan keluarganya, pelanggan pemasok, masyarakat sekitar perusahaan, lembaga-lembaga swadaya masyarakat, media massa dan pemerintah sekalu regulator. Jenis dan prioritas stakeholders relatif berbeda antara satu perusahaan dengan lainnya, tergantung pada core bisnis perusahaan yang bersangkutan (Supomo, 2004).
                 Penggunaan istilah CSR (Corporate Social Responsibility) semakin populer digunakan sejak tahun 1990-an. Beberapa perusahaan sebenarnya telah lama melakukan CSA (Corporate Social Activity) atau “aktifitas sosial perusahaan”. Walaupun tidak menamainya sebagai CSR, secara faktual aksinya mendekati konsep CSR yang merepresentasikan bentuk “peran serta” dan “kepedulian” perusahaan terhadap aspek sosial dan lingkungan. Departemen Sosial tercatat sebagai lembaga pemerintah yang aktif dalam mengembangkan konsep CSR dan melakukan advokasi kepada berbagai perusahaan nasional. Kepedulian sosial perusahaan terutama  didasari alasan bahwasanya kegiatan perusahaan membawa dampak–for better of worse, bagi kondisi lingkungan dan sosial-ekonomi masyarakat, khususnya di sekitar perusahaan beroperasi.

2.2.3     Prinsip Dasar  Corporate Social Responsibility (CSR)
Prinsip dasar Corporate Social Responsibility (CSR) harus dipahami sebagai satu kesatuan. Sebab CSR merupakan kepedulian perusahaan yang didasari tiga prinsip dasar yang dikenal dengan istilah triple bottom lines, yaitu :
1)        Profit. Perusahaan tetap harus berorientasi untuk mencari keuntungan ekonomi yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang.
2)        People. Perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan manusia. Beberapa perusahaan mengembangkan program CSR seperti pemberian beasiswa bagi pelajar sekitar perusahaan, pendirian sarana pendidikan dan kesehatan, penguatan kapasitas ekonomi lokal, dan bahkan ada perusahaan yang merancang berbagai skema perlindungan sosial bagi warga setempat.
3)        Plannet. Perusahaan peduli terhadap lingkungan hayati. Beberapa program CSR yang berpijak pada prinsip ini biasanya berupa penghijauan hidup lingkungan hidup, penyediaan sarana pengembangan pariwisata/ ekoturisme (Archie B. Carrol) dalam (Jamal Wiwoho, 2009).
2.2.4        Pandangan Islam terhadap Corporate Social Resposibily (CSR)
Menurut Sayyid Qutb, Islam mempunyai prinsip pertanggung jawaban yang seimbang dalam segala bentuk dan ruang lingkupnya. Antara jiwa dan raga, antara individu dan keluarga, antara individu dan sosial dan, antara suatu masyarakat dengan masyarakat yang lain.
Tanggung jawab sosial merujuk pada kewajiban-kewajiban sebuah perusahaan untuk melindungi dan memberi kontribusi kepada masyarakat dimana perusahaan itu berada. Sebuah perusahaan mengemban tanggung jawab sosial dalam tiga domain:
1.      Pelaku-Pelaku Organisasi, meliputi:
a.       Hubungan Perusahaan dengan Pekerja(QS. An-nisa ayat 149)
b.      Hubungan Pekerja dengan Perusahaan
c.       Hubungan Perusahaan dan Pelaku Usaha Lain; distributor, konsumen, pesaing.
2.      Lingkungan Alam(QS. Al-A’raf ayat 56)
3.      Kesejahteraan Sosial Masyarakat
Beberapa prinsip Islam dalam menjalankan bisnis yang berkaitan dengan CSR:
·         Menjaga lingkungan dan melestarikannya ( Surat Al-Maidah ayat 32)
·         Upaya untuk menghapus kemiskinan (Surat Al-Hasyr ayat 7)
·         Mendahulukan sesuatu yang bermoral bersih daripada sesuatu yang secara moral kotor, walaupun mendatangkan keuntungan yang lebih besar (Surat Al-Maidah ayat 103).
·         Jujur dan amanah (Surat Al-Anfal ayat 27)

2.3  Asuransi di Indonesia
            2.3.1    Definisi dan Ruang Lingkup Asuransi
Menurut Undang-Undang Nomor 2 tahun 1992, asuransi didefinisikan sebagai perjanjian antara dua pihak atau lebih dimana pihak penanggung mengikatkan diri kepada pihak tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Asuransi tidak hanya meliputi asuransi jiwa saja tetapi juga ada asuransi kerugian atas suatu barang yang telah diperjanjikan sebelumnya.
Berdasarkan definisi tersebut, maka ruang lingkup asuransi meliputi:
1.      Pihak tertanggung: berkewajiban membayar premi kepada pihak penanggung baik secara tunai maupun angsuran;
2.      Pihak penanggung: berkewajiban membayar sejumlah uang kepada pihak tertanggung pada saat terjadi klaim sesuai dengan yang diperjanjikan;
3.      Peristiwa yang tidak disengaja yang menyebabkan terjadinya klaim kepada pihak tertanggung; dan
4.      Risiko yang mungkin akan terjadi dan menyebabkan kerugian karena peristiwa yang tidak tertentu.

2.3.2    Definisi dan Konsep Dasar Asuransi Syariah
Asuransi Syariah didefinisikan sebagai usaha saling melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk dana tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perjanjian) yang sesuai dengan syariah. Akad yang sesuai dengan syariah adalah akad-akad yang tidak melanggar prinsip syariah yaitu tidak: maysir (perjudian), gharar (ketidakpastian), riba (berbasis bunga), dhalim (tidak adil) dan haram.
Adapun konsep dasar asuransi syariah adalah sebagai berikut:
1.      Premi asuransi yang dibayarkan pihak tertanggung tidak menjadi pendapatan perusahaan asuransi syariah, melainkan milik peserta asuransi secara kolektif setelah dikurangi fee pengelolaan untuk perusahaan;
2.      Premi asuransi yang dibayarkan pihak tertanggung diakumulasikan untuk dibagi berdasarkan risiko yang mungkin timbul diantara peserta asuransi;
3.      Peranan perusahaan asuransi terbatas pada underwriter, collector  & claim payer dan fund manager;
4.      Sumber pendanaan perusahaan asuransi berasal dari fee pengelolaan dan bagi hasil dari investasi;
5.      Setiap surplus maupun defisit asuransi merupakan tanggungjawab peserta asuransi secara kolektif;

2.3.3    Perbedaan Asuransi dengan Asuransi Syariah
Asuransi syariah berbeda dengan asuransi biasa baik dari segi fundamental maupun teknis. Secara ringkas, perbedaan kedua asuransi tersebut dapat diperjelas dengan tabel 2.
Tabel 2. Perbedaan antara Asuransi dan Asuransi Syariah
JENIS PERBEDAAN
ASURANSI SYARIAH
ASURANSI BIASA
Visi dan Misi
Visi: Mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan dunia dan akhirat
Misi: Bermuamalah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah
Visi: Mencapai keuntungan yang maksimal
Misi: Mencapai surplus underwriting dan profit yang semakin meningkat
Konsep
Sekumpulan orang yang saling menanggung antara satu dengan yang lainnya dengan cara membayar sejumlah dana dengan akad tabarru’ (kebajikan)
Perjanjian antara dua pihak atau lebih dimana pihak tertanggung berkewajiban membayar premi kepada pihak penanggung
Akad
Akad tabarru’ dan tijarah (prinsip jual beli)
Akad jual beli
Prinsip Dasar
Tauhid, Keadilan, Taawun,Kerja sama,Amanah,Kerelaan, Larangan riba, maysir, dan gharar.
Insurable Interest,Utmost Good Faith, Indemnity, Subrogation,Contribution, dan Proximate Cause
Dewan Pengawas Syariah
Ada, berfungsi untuk melakukan pengawasan terhadap kesesuaian syariah
Tidak ada, sehingga dalam prakteknya banyak bertentangan dengan prinsip syariah
Konsep Risiko
Sharing of risk, dimana risiko ditanggung oleh seluruh peserta asuransi
Transfer of risk, dimana risiko ditanggung oleh perusahaan asuransi
Unsur Premi
Iuran atau kontribusi terdiri atas unsur tabarru’ yang dihitung dari tabel mortalita tanpa perhitungan bunga
Sumber biaya klaim berasal dari dana premi yang masuk ke dalam rekening perusahaan asuransi
Sistem Akuntansi
Menggunakan metode accrual basis dan cash basis tetapi hanya menggunakan metode cash basis untuk perhitungan bagi hasil
Menggunakan metode cash basis dan accrual basis yang tetap mengakui adanya pendapatan meski belum diterima
Pembayaran Klaim
Berasal dari rekening tabarru’
Berasal dari rekening perusahaan




BAB III

METODE PENULISAN
1.1.  Teknik Pengumpulan Data

Data yang dimpulkan meliputi data sekunder yang berasal dari internet, jurnal penelitian, hasil survei, buku referensi atau artikel–artikel ilmiah dari sumber yang kredibel.
1.2.  Teknik Pengolahan Data


Input

Proses

Output
Input :    Data yang dikumpulkan meliputi data sekunder yang berasal dari jurnal penelitian dan hasil survei baik cetak maupun elektronik (internet), literatur buku maupun dari situs-situs koran online.
Proses :   menganalisis data yang terkumpul yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat dalam karya tulis.
Output : penyajian data berupa makalah karya tulis
1.3.  Teknik Analisis Data

Berdasarkan karakteristiknya, penelitian ini menggunakan pendekatan analisis deskriptif. Penelitian deskriptif mempunyai sifat-sifat tertentu, yaitu bahwa penelitian itu: 1) memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang, pada masalah-masalah yang aktual, 2) data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis, pelaksanaan penelitian-penelitian deskriptif tidak terbatas hanya sampai pada pengumpulan dan penyusunan data, namun data yang diperoleh kemudian dipaparkan, dan penulis melakukan interpretasi data untuk mendapatkan pemahaman yang memadai (Surakhmad, 1994) dalam (Wijaya, 2003).
Analisis mengenai aplikasi konsep Asuransi Alam Syariah (ALAMSYAH) dengan memanfaatkan dana CSR terintegrasi yang berkomitmen untuk mengembalikan alam yang telah rusak dan untuk mewujudkan ekonomi hijau yang telah dicanangkan sejak dulu oleh pemerintah.




BAB IV
PEMBAHASAN
4.1       Analisis Kondisi Pengelolaan Lingkungan di Indonesia
4.1.1    Permasalahan Lingkungan di Indonesia
Satuan sistem ekologi (ekosistem/lingkungan) tidak dibatasi oleh  batas administrasi, tetapi dibatasi oleh kesamaan karakteristik dari kesatuan ekosistem tersebut. Karakteristik yang menonjol di suatu wilayah ekosistem akan menentukan pola pengelolaannya. Ada 5 karakteristik  lingkungan, yaitu: 1) selalu berubah, 2) mengandung ketidakpastian, 3) kompleks, 4) mengundang konflik dan 5) terbatas. Agar dapat mengelola lingkungan hidup dengan baik dan benar, maka perlu diketahui permasalahan lingkungan yang harus ditangani dengan cara-cara yang sesuai dengan permasalahan lingkungan tersebut. Masalah lingkungan hidup dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu permasalahan  lingkungan alam, permasalahan lingkungan buatan dan permasalahan lingkungan sosial.
1. Permasalahan Lingkungan Alam.
Permasalahan lingkungan alam di Indonesia terutama meliputi 6 hal, yaitu :
a. Sumberdaya Lahan
Permasalahan-permasalahan yang ada antara lain :
·         Bertambahnya jumlah penduduk disertai dengan meningkatnya pembangunan menyebabkan terjadinya pergeseran pola penggunaan lahan, seperti pergeseran dari penggunaan lahan untuk pertanian menjadi pemukiman dan industri
·         Pola penggunaan lahan tidak sesuai dengan kemampuan lahan sehingga menimbulkan menimbulkan berbagai masalah seperti   lahan kritis, hilangnya lahan pertanian yang subur, pencemaran tanah dan lain-lain
·         Degradasi lahan karena penggunaan bahan-bahan kimia untuk pertanian, dan penggunaan tanah yang tidak sesuai dengan kemampuan dan kesesuaian lahan.
·         Eksploitasi Pertambangan, Sifat usaha pertambangan khususnya tambang terbuka (open pit mining), selalu merubah bentang alam sehingga mempengaruhi ekosistem dan habitat aslinya. Beberapa perusahaan pertambangan besar dalam melakukan aktifitasnya banyak menimbulkan masalah lingkungan, seperti pembuangan tailing pada PT. Freeport Indonesia ke sungai yang telah menimbulkan masalah. Begitu juga penambangan pasir laut yang banyak menyimpang dari ketentuan yang berlaku. Berdasarkan usaha pertambangan yang cenderung ditolak masyarakat, kondisi ini diperburuk oleh banyaknya Pertambangan Tanpa Ijin (PETI) yang sangat merusak lingkungan.
b. Sumber Daya Air
Pesatnya perkembangan industri dan peningkatan jumlah penduduk telah memacu penggunaan air baik berupa air tanah maupun air permukaan untuk keperluan domestik, industri, PLTA, irigasi, dan lain-lain. Hal ini merupakan ancaman bagi ketersediaan/kuantitas air dan kualitas air. Beberapa permasalahan yang timbul adalah pencemaran air karena limbah industri, kegiatan pertanian, penurunan muka air tanah sehingga terjadi intrusi air laut.
c. Sumberdaya Hutan
Kualitas dan kuantitas sumber daya hutan cenderung menurun karena pembalakan kayu yang berlebihan oleh para pemegang HPH (Hak Pengusahaan Hutan), kebakaran hutan, perambahan hutan, perladangan berpindah, tumpang tindih penggunaan lahan hutan dengan kegiatan pembangunan seperti perkebunan, transmigrasi, pertambangan, pembangunan jalan dan prasarana lainnya. Sementara itu kegiatan-kegiatan rehabilitasi belum memadai dibanding dengan laju kerusakan yang terjadi.
Tabel 1. Laju Kerusakan Hutan di Indonesia (Harian Media Indonesia, 2007)
Tahun
Laju Kerusakan ( juta hektar per tahun )
1985 – 1998
1,6
2000
3,8
2004
2,4
2005
2,8
2006
1,9

d. Keanekaragaman Hayati
Sampai saat ini 90 jenis flora dan 176 fauna di Pulau Sumatera terancam punah. Populasi orang utan di Kalimantan menyusut tajam, dari 315.000 ekor di tahun 1900 menjadi 20.000 ekor di tahun 2002. Hutan bakau di Jawa dan Kalimantan menyusut tajam, disertai rusaknya berbagai ekosistem. Gambaran tersebut menempatkan Indonesia pada posisi kritis berdasarkan Red Data Book IUCN (International Union for the Conservation of Nature). Proses land clearing pada saat operasi penambangan menghasilkan dampak lingkungan yang sangat signifikan yaitu hilangnya vegetasi alami. Apalagi kegiatan penambangan yang dilakukan di dalam kawasan hutan lindung. Hilangnya vegetasi akan berdampak pada perubahan iklim mikro, keanekaragaman hayati (biodiversity) dan habitat satwa menjadi berkurang. Tidak adanya vegetasi akan membuat lahan menjadi terbuka dan akan memperbesar erosi serta sedimentasi pada saat musim hujan.

e. Pesisir dan Lautan
Permasalahan di Indonesia terutama karena eksploitasi yang berlebihan tanpa terkendali terhadap sumberdaya alam di wilayah pesisir dan lautan, seperti hutan mangrove, terumbu karang, pasir laut, dan lain-lain. Hal ini menyebabkan degradasi ekosistem pesisir dan  lautan. Selain itu terjadi pencemaran oleh logam berat dan tumpahan minyak.
f. Udara
Udara  merupaka  bagian  atmosfer  yang  peka  terhadap  pengaruh  lingkungan. Pencemaran udara akan mempengaruhi kualitas udara, cuaca dan iklim. Peningkatan konsentrasi gas-gas akibat aktifitas manusia untuk memenuhi kebutuhannya akan menyebabkan menipisnya lapisan ozon yang  menyebabkan pemanasan global.
2. Permasalahan Lingkungan Buatan
Permasalahan yang terjadi terutama adalah kualitas lingkungan di perkotaan yang cenderung menurun, seperti kurangnya ruang terbuka hijau, anak, dan lapangan olah raga, banyaknya pemukiman kumuh, harga tanah yang semakin mahal serta masalah yang timbul karena sampah kota dan pencemaran.
3. Permasalahan Lingkungan Sosial
Perubahan masyarakat dari bersifat tradisional agraris ke masyarakat era industri (modernisasi) menyebabkan perubahan-perubahan sosial antara lain :
a.       Perubahan pranata (pranata keluarga, pemerintahan, ekonomi, agama, pendidikan, dan lain-lain)
b.      Perubahan Nilai (gotomg royomg, kesetiakawanan sosial, loyalitas dan kebersamaan menjadi kebebasan, individual, materialistik, liberal, dan lain-lain.)
c.       Kenekaragaman kelompok. Berkembangnya pranata dan niali-nilai masyarakat membawa semakin berkembangnya ragam kelompok sosial dan kelas ekonomi
d.      Kontrol Sosial. Melemahnya kontrol sosial dalam masyarakat dan keluarga telah banyak memunculkan masalah-masalah sosial psikologis dalam masyarakat
Perubahan-perubahan di atas membawa dampak sosial budaya, yaitu munculnya kelompok-kelompok eksis (surplus) dan kelompok-kelompok yang tersisih (tidak dapat berperan dalam pembangunan), yang pada akhirnya menimbulkan persaingan antar kelompok, konflik  kepentingan, diskriminasi, ketimpangan sosail, makin banyaknya kelompok masyarakat yang menjadi beban lingkungan, serta pemborosan sumber daya alam (energi) dari kelompok masyarakat yang surplus.
4.1.2    Pendekatan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam pengelolaan lingkungan hidup terdapat 8 pendekatan. Pemilihan pendekatan/instrumen mana yang akan digunakan tergantung pada karakteristik lingkungan yang menonjol dan permasalahan lingkungan yang ada. Adapun 8 pendekatan tersebut adalah :
1. Pendekatan Teknologis
Melalui pendekatan ini, maka teknologi yang membawa dampak kerusakan lingkungan diganti dengan teknologi yang ramah lingkungan (teknologi bersih), juga dikembangkan teknologi pengelolaan limbah.  Dalam hal ini diterapkan prinsip 4 R, yang terdiri dari reuse (pemakaian kembali), reduce (pengurangan), recycle (daur ulang) dan recovery.
2. Pendekatan Administrasi, Hukum dan Peraturan
Pendekatan ini dilakukan dengan jalan melakukan penataan dan pengaturan terhadap manusia sebagai pelaku lingkungan, sehingga perilaku manusia dapat terkendali, yang pada akhirnya diharapkan dampak negartif dari kegiatannya terhadap lingkungan akan berkurang atau dapat diatasi. Pendekatan ini dapat dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu :
·         Mengikat (ada konsekuensi hukuman), seperti AMDAL (Peraturan Pemerintah No. 51 Th 1993). UKL (Upaya Pengelolaan Lingkungan), UPL (Upaya Pemantauan Lingkungan), baku mutu, tata ruang dan lain-lain).
·         Suka rela (ada konsekuensi di masyarakat nasional/internasional)  seperti ecolabelling, sertifikat halal.)
3. Pendekatan Ekonomis
Dalam pendekatan ini, setiap komponen lingkungan dianggap mempunyai harga ekonomi  dan dilakukan evaluasi terhadap perubahan lingkungan. Jika diketahui harga lingkungan sangat mahal. Maka diharapkan manusia akan berhati-hati terhadap lingkungannya. Dalam ekonomi lingkungan, barang lingkungan dianggap sebagai barang produksi sehingga faktor lingkungan diinternalkan/dimasukkan ke dalam biaya produksi. Dengan demikian lingkungan merupakan barang yang sangat berharga.
4. Pendekatan Pendidikan/Pelatihan
Kondisi mayarakat yang masih kurang informasi lingkungan atau mempunyai tanggung jawab terhadap lingkungan yang masih rendah ataupun sebagai korban ketidakadilan dalam pengelolaan lingkungan, maka untuk mengantisipasi semua kondisi tersebut diperlukan pendidikan  dan pelatihan mengenai lingkungan hidup dan pengelolaannya. Pendidikan/Pelatihan ini dapat dilakukan secara formal maupun informal
5. Pendekatan Sosial Budaya
Keragaman sosial budaya dalam masyarakat akan mempengaruhi  pandangan dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan, sehingga tidak dapat dilakukan generalisasi dalam pengelolaan lingkungan di tiap wilayah masyarakat. Jadi pengelolaan lingkungan akan bersifat lokal dan spesifik untuk suatu wilayah tertentu. Harus diperhatikan juga adanya indigenous knowledge (pengetahuan lokal) yang merupakan kearifan tradisional/masyarakat setempat dalam pengelolaan lingkungan.
6. Pendekatan Sosio-Politik
Dengan adanya konflik kepentingan antar berbagai pihak, maka harus dilakukan upaya mengelola konflik tersebut dan dapat memecahkan permasalahan dengan musyawarah secara bijaksana, sehingga dapat  tercipta win-win solution diantara pihak-pihak yang berkonflik.  Pendekatan  sosio-politik  ini  biasanya  digunakan  untuk menyelesaikan konflik kepentingan antar wilayah/antar sektor/antar kelompok etnik.
            7. Pendekatan Ekologis
Pendekatan ini dianggap sebagai satu-satunya pendekatan yang mendasarkan diri pada  kepentingan  altruistic,  dan  cenderung  mengacu  pada  strategi  konservasi  dunia.
Strategi konservasi dunia mencakup 3 hal, yaitu :
a.       Perlindungan proses ekologis yang penting sebagai sistem penyangga kehidupan
b.      Pengawetan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya
c.       Pemanfaatan jenis dan ekosistem secara lestari
Adapun kelemahan/kendala dalam pendekatan ini adalah :
a.       Ketidaksempurnaan informasi keilmuan bagi suatu persoalan lingkungan
b.      Penentuan batas ekosistem sangat relatif
c.       Adanya alternatif mekanisme pemecahan persoalan lingkungan yang  tidak siap dihadapi oleh masyarakat
8. Pendekatan Agama
Moral dan sikap mental manusia sebagai pengelola lingkungan merupakan landasan dasar bagi manusia untuk mensikapi lingkungan hidupnya. Moral dan sikap manusia itu sangat dipengaruhi oleh ketaatan pada agamanya, sedangkan agama mengatur manusia dan memberi arahan dalam mengelola bumi/lingkungan hidupnya. Jadi, dengan pendekatan pada agama diharapkan manusia akan  lebih arif dan bijaksana terhadap lingkungannya.
4.2       Analisis Penerapan Kebijakan Corporate Social Resposibilty (CSR) di Indonesia
4.2.1    Regulasi Corporate Social Resposibily (CSR) di Indonesia
CSR semakin menguat terutama setelah dinyatakan dengan tegas dalam UU PT No.40 Tahun 2007 yang belum lama ini disahkan DPR. Disebutkan bahwa PT yang menjalankan usaha di bidang dan/atau bersangkutan dengan sumber daya alam wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan (Pasal 74 ayat 1). UU PT tidak menyebutkan secara rinci berapa besaran biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk CSR serta sanksi bagi yang melanggar. Pada ayat 2, 3 dan 4 hanya disebutkan bahwa CSR ”dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran”. PT yang tidak melakukan CSR dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan. Peraturan lain yang menyentuh CSR adalah UU No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Pasal 15 (b) menyatakan bahwa ”Setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.” Meskipun UU ini telah mengatur sanksi-sanksi secara terperinci terhadap badan usaha atau usaha perseorangan yang mengabaikan CSR (Pasal 34), UU ini baru mampu menjangkau investor asing dan belum mengatur secara tegas perihal CSR bagi perusahaan nasional. Jika dicermati, peraturan tentang CSR yang relatif lebih terperinci adalah UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN. UU ini kemudiaan dijabarkan lebih jauh oleh Peraturan Menteri Negara BUMN No.4 Tahun 2007 yang mengatur mulai dari besaran dana hingga tatacara pelaksanaan CSR. Seperti kita ketahui, CSR milik BUMN adalah Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL).
Dalam UU BUMN dinyatakan bahwa selain mencari keuntungan, peran BUMN adalah juga memberikan bimbingan bantuan secara aktif kepada pengusaha golongan lemah, koperasi dan masyarakat. Selanjutnya, Permen Negara BUMN menjelaskan bahwa sumber dana PKBL berasal dari penyisihan laba bersih perusahaan sebesar 2 persen yang dapat digunakan untuk Program Kemitraan ataupun Bina Lingkungan. Peraturan ini juga menegaskan bahwa pihak-pihak yang berhak mendapat pinjaman adalah pengusaha beraset bersih maksimal Rp 200 juta atau beromset paling banyak Rp 1 miliar per tahun (sumber: Majalah Bisnis dan CSR 2007). Namun UU ini pun masih menyisakan pertanyaan. Selain hanya mengatur BUMN, program kemitraan perlu dikritisi sebelum disebut sebagai kegiatan CSR. Menurut Sribugo Suratmo (2008), kegiatan kemitraan mirip dengan sebuah aktivitas sosial dari perusahaan, namun di sini masih ada bau bisnisnya, yakni masing-masing pihak harus memperoleh keuntungan. Selain itu, kalangan yang kontra UU CSR berpendapat bahwa core business perusahaan adalah mencari keuntungan. Oleh karena itu, ketika perusahaan diwajibkan memerhatikan urusan lingkungan dan sosial, sama artinya dengan mendesak Greenpeace dan Save The Children untuk berubah menjadi korporasi yang mencari keuntungan ekonomi. Kelompok yang setuju dengan UU CSR umumnya berargumen bahwa CSR memberi manfaat positif terhadap perusahaan, terutama dalam jangka panjang. Selain menegaskan brand differentiation perusahaan, CSR juga berfungsi sebagai sarana untuk memperoleh license to operate, baik dari pemerintah maupun masyarakat. CSR juga bisa berfungsi sebagai strategi risk management perusahaan (Suharto, 2008). Meskipun telah membayar pajak kepada pemerintah, perusahaan tidak boleh lepas tangan terhadap permasalahan lingkungan dan sosial di sekitar perusahaan. Di Indonesia yang masih menerapkan residual welfare state, manfaat pajak seringkali tidak dirasakan secara langsung oleh masyarakat kelas bawah, orang miskin dan komunitas adat terpencil karena kebijakan dan program sosial negara bersifat fragmented dan tidak melembaga.
4.2.2 Penerapan Kebijakan Corporate Social Responsibility (CSR)  oleh Perusahaan di Indonesia
Semenjak keruntuhan rezim Orde Baru masyarakat semakin berani untuk beraspirasi dan mengekspresikan tuntutannya  terhadap perkembangan dunia bisnis Indonesia. Masyarakat telah semakin kritis dan mampu melakukan kontrol sosial (social control) terhadap dunia usaha. Hal inilah yang menuntut para pelaku bisnis untuk menjalankan usahanya
Penerapan CSR di Indonesia sendiri semakin meningkat baik dalam kuantitas maupun kualitas. Selain keragaman kegiatan dan pengelolaannya semakin bervariasi, dilihat dan kontribusi finansial, jumlahnya semakin besar. Penelitian PIRAC pada tahun 2001 (Edi Suharto, 2002) menunjukkan bahwa dana CSR di Indonesia mencapai lebih dan 115 miliar rupiah atau sekitar 11.5 juta dollar AS dan ISO perusahaan yang dibelanjakan untuk 279 kegiatan sosial yang terekam oleh media massa. Meskipun dana ini masih sangat kecil jika dibandingkan dengan dana CSR di Amerika Senikat, dilihat dan angka kumulatif  tersebut, perkembangan CSR di Indonesia cukup menggembirakan. Angka rata-rata perusahaan yang menyumbangkan dana bagi kegiatan CSR adalah sekitar 640 juta rupiah atau sekitar 413 juta per kegiatan. Sebagai perbandingan, di AS porsi sumbangan dana CSR pada tahun 1998 mencapai 21.51 miliar dollar dan tahun 2000 mencapai 203 miliar dollar atau sekitar 2.030 triliun rupiah (Saidi dan Abidin, 2004).
Berbagai kegiatan CSR yang berlangsung selama ini memberikan gambaran kepada kita mengenai pola model CSR perusahaan sebagai entitas bisnis. Secara umum ada 4 pola atau model CSR yang dapat dilakukan oleh sebuah perusahaan antara lain :
a.       Keterlibatan langsung. Perusahaan menjalankan program CSR secara langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan ke masyarakat tanpa perantara.
b.      Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan. Perusahaan mendirikan yayasan sendiri di bawah perusahaan atau groupnya. Beberapa yayasan yang didirikan perusahaan diantaranya adalah Yayasan Coca Cola Company, Yayasan Dharma Bakti Astra, Yayasan Rio Tinto (perusahaan pertambangan). Yayasan Dharma Bhakti Astra, Yayasan Sahabat Aqua, GE Fund dan lain-lain.
c.       Bermitra dengan pihak lain. Perusahaan menyelenggarakan CSR melalui kerjasama dengan lembaga sosial/organisasi non-pemerintah (Ornop), instansi pemerintah, universitas atau media massa, baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatan sosialnya. Beberapa lembaga sosial/ Ornop yang bekerjasama dengan perusahaan dalam menjalankan CSR antara lain adalah Palang Merah Indonesia (PMI). Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI), Dompet Dhuafa, Instansi Pemerintah (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia/ LIPI, Depdiknas, Depkes, Depsos), universitas (UI, ITS, IPB, UNAIR, dan lain-lain), media massa (Kompas, Kita Peduli Indosiar).
d.      Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium. Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Dibandingkan dengan model lainnya, pola ini lebih berorientasi pada pemberian  perusahaan yang bersifat  hibah pembangunan. Pola ini pertama kali dipakai pada awal pada awal 1980-an, ketika sejumlah individu dan perusahaan mendirikan Dana Mitra Lingkungan (DML). DML kemudian menyalurkan dana bantuan itu kepada kelompok maupun individu yang memiliki kegiatan dengan visi dan misi sama dalam bidang lingkungan hidup. Contoh lain model ini dilakukanoleh Yayasan Mitra Mandiri (YMM) yang didirikan tahun 1995 yang merupakan afiliasi serta hasil alih teknologi dan United Way International.

4.3       Analisis Konsep Asuransi Syariah dalam Perannya Megurangi Kerusakan Lingkungan Akibat Eksploitasi
ALAMSYAH adalah suatu perusahaan yang berperan sebagai pihak penanggung (insurer atau insurador) yang melakukan aktivitas jasa pengalihan jaminan pemenuhan pertanggungan dan pendanaan yang siap untuk menunjang aktivitas resiko lingkungan pasca penambangan yang berbasis syariah. Sistem yang digunakan dalam asuransi syariah adalah sistem takaful (tolong-menolong) yang merupakan bentuk umum dari sebuah perusahaan (ALAMSYAH).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan agar proses dan prosedur asuransi alam syariah di Indonesia dapat diterapkan, yaitu:
a.    Perlu adanya sumber data dan informasi yang akurat terkait dengan keberadaan sumber daya alam yang akan diasuransikan
b.    Perlu menentukan pendekatan penilaian ekonomi-ekologi yang tepat dan baku serta sesuai dengan sifat dan karakteristik sumber daya
c.    Perlu melakukan valuasi ekonomi sumberdaya
d.   Perlu disiapkan payung hukum dan perundangan yang adil dan tegas.
Oleh karena itu, asuransi syariah perlu ditindaki lebih serius. Ada beberapa alasan mengapa ALAMSYAH begitu cocok bagi perusahaan pertambangan, yaitu:
1.    Perkembangan asuransi syariah ini menunjukkan respons yang positif dari masyarakat dunia akan sistem asuransi berbasis syariah. Hal ini menunjukkan bahwa asuransi syariah dapat diterima (applicable) dan menjadi alternatif bagi sistem asuransi yang berjalan selama ini. Hal ini dilihat dari perkembangan aset asuransi yang dinyatakan cukup pesat. Dari aset $550 juta pada tahun 2000, $193 juta diantaranya berada di Asia Pasifik, meningkat menjadi $1,7 milyar. Angka ini terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah asuransi syariah di dunia. Pada tahun 2004 asetnya sudah mencapai $2 milyar.
2.    Dana CSR yang terkumpul dari perusahaan tambang akan dikelola oleh perusahaan ALAMSYAH, diinvestasikan sesuai dengan syariat islam dan selanjutnya diintegrasikan dan digunakan untuk rehabilitasi lingkungan, pemanfaatan lahan pasca penambangan sebagai area wisata, dan peningkatan kesejahteraan untuk masyarakat area penambangan.
3.    Keuntungan investasi dibagi menjadi tiga sektor, (1) untuk kegiatan rehabilitasi dan pemanfaatan kembali lingkungan yang telah di eksploitasi untuk mewujudkan ekonomi hijau (green economic); (2) untuk pengembangan perusahaan pertambangan, disini perusahaan tambang selaku pemilik dana dapat menikmati hasil investasi untuk mengembangkan perusahaannya; (3) untuk perusahaan ALAMSYAH selaku pengelola dengan prinsip bagi hasil.
4.    Apabila perusahaan pertambangan mengalami kerugian maka perusahaan asuransi alam syariah berkewajiban untuk mengembalikan lingkungan hutan yang telah digunakan oleh perusahaan pertambangan sesuai dengan perjanjian sebelumnya tanpa memberikan bantuan apapun terhadap perusahaan yang telah bangkrut.
Kumpulan CSR terintegrasi dari perusahaan pertambangan ini akan diinvestasikan sesuai dengan syariat Islam. Keuntungan hasil investasi setelah dikurangi dengan beban asuransi, akan dibagi untuk dana perwujudan ekonomi hijau dan dana sosial. Sistem asuransi syariah yang digunakan khusus untuk perusahaan pertambangan adalah sistem asuransi syariah yang menerapkan sistem produk saving yaitu, setiap peserta wajib memberikan dana CSRnya secara teratur kepada perusahaan. Besar CSR yang dibayarkan tergantung kepada keuangan peserta. Akan tetapi, perusahaan menetapkan jumlah minimum CSR yang akan dibayarkan. Setiap CSR yang dibayarkan oleh peserta, akan dipisah dalam dua rekening yang berbeda, yaitu:
1.    Rekening tabungan peserta, yaitu dana yang merupakan milik peserta yang dibayarkan bila:
a.    Perjanjian berakhir,
b.    Peserta mengundurkan diri,
c.    Peserta telah bangkrut.
2.    Rekening Tabarru’, yaitu kumpulan dana kebajikan yang telah diniatkan oleh peserta sebagai iuran dana kebajikan untuk tujuan saling tolong-menolong dan saling membantu, yang dibayarkan bila:
a.    Peserta bangkrut,
b.    Perjanjian telah berakhir (jika ada surplus dana)


70% (Contoh) Investasi

30% (Contoh)

PESERTA

PERUSAHAAN

Keuntungan Perusahaan

Biaya Operasional

Bayar pada Peserta

Investasi

Total
Dana

Rekening Tabungan

Rekening Tabungan

Hasil Investasi

Rekening Khusus

Manfaat Takaful

Pada Peserta

Rekening Tabungan

Rekening Khusus

CSR Takaful
 








Gambar 2. Mekanisme Pengelolaan Dana Produk yang Mengandung Unsur Tabungan (Syakir, 2004)
Sistem inilah sebagai implementasi dari sistem takaful dan akad mudharabah, sehingga asuransi syariah dapat terhindar dari unsur gharar dan maisir. Selanjutnya kumpulan dana peserta ini diinvestasikan sesuai dengan syariat islam. Tiap keuntungan dari hasil investasi, setelah dikurangi dengan beban asuransi (klaim dan CSR asuransi), akan dibagi menurut prinsip al- mudharabah. Presentase pembagian mudharabah dibuat dalam suatu perbandingan tetap berdasarkan perjanjian kerja sama antara perusahaan dan peserta, misalnya dengan 70:30, 60:40, dan seterusnya.









1. Persetujuan Pabean
2. Pembebasan Bea Masuk Impor Mesin/peralatan

1. Perizinan Daerah (IMB,HO,dan lain-lain)
2. Izin Teknis Sektor
3. Pendaftaran ISO 14000/14001



1. API-P
2. Izin Kerja Tenaga Asing
3. Pendaftaran Asuransi Alam Syariah

1. Persetujuan Pabean
2. Persetujuan Bea Masuk Impor Bahan


USAHA

IZIN USAHA (IU)

Pendaftaran

AKTA PENDIRIAN

Pendaftaran

IZIN PRINSIP

PENGESAHAN BADAN HUKUM OLEH MENTERI HUKUM DAN HAM

Pendaftaran

Asuransi Alam Syariah
(ALAMSYAH)


CSR

Keuntungan
Perusahaan

dikumpulkan

CSR Terintegrasi


Lingkungan

Sosial
 












Gambar 3. Alur Proses Pendaftaran Perusahaan Pertambangan (Penulis, 2012)
Dalam pendaftaran pendirian perusahaan pertambangan, calon investor harus melewati beberapa  alur sehingga calon investor tersebut bisa berinvestasi di dalam negeri. Alur yang harus dilewati oleh calon investor hanya dimiliki oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sehingga calon investor bisa mendaftarkan diri ke dalam jasa asuransi.

CSR Perusahaan A

CSR Perusahaan B

CSR Perusahaan C

Asuransi Alam Syariah (ALAMSYAH)

Lingkungan

Sosial
 




Gambar 4. Alur Pemberian Dana CSR (Penulis, 2012)
Bagan diatas (Gambar 4) menjelaskan tentang alur-alur yang harus dilewati calon investor untuk berinvestasi di dalam negeri. Di dalam bagan tersebut menjelaskan bagaimana BKPM sebagai instansi pemerintah bekerja sama dengan perusahaan ALAMSYAH untuk memberikan pelayanan terhadap investor yang akan membuat suatu perusahaan pertambangan di Indonesia.
Gambar diatas merupakan alur CSR yang terintegrasi oleh ALAMSYAH yang nantinya akan  bermuara kepada masyarakat yang berbentuk dana social serta dana lingkungan sehingga penggunaan dana CSR semakin jelas dan nyata dirasakan oleh masyarakat.
CSR yang ditawarkan oleh perusahaan ALAMSYAH kepada perusahaan pertambangan merupakan suatu langkah jitu untuk menanggulangi kerusakan akibat dari pertambangan yang tidak berdasarkan prinsip lingkungan. CSR tersebut bisa dibrikan kepada perusahaan pertambangan dalam berbagai bentuk yaitu:
a.    Pelatihan green mining terhadap perusahaan pertambangan
Green mining adalah suatu bentuk usaha dimana suatu perusahaan pertambangan melakukan pertambangan yang ramah lingkungan. Jadi, selain melihat aspek ekonomisnya, perusahaan pertambangan juga harus melihat sisi lingkungan akibat dari pertambangan. Perusahaan ALAMSYAH memberikan pelatihan green mining kepada perusahaan pertambangan agar mereka mampu menerapkan green mining concept didalam operasionalnya.

Gambar 5. Penerapan Green Mining (http://www.minerals.co.nz)


b.    Melakukan revegetasi hutan
Revegetasi hutan merupakan salah satu cara untuk mengembalikan fungsi hutan seperti semula. Meskipun dalam melakukan revegetasi hutan membutuhkan waktu yang cukup lama, akan tetapi revegetasi hutan adalah salah satu hal yang penting karena mengembalikan fungsi hutan merupakan salah satu cara untuk menanggulangi bencana. Perusahaan ALAMSYAH dapat mememberikan CSR berupa revegetasi hutan kepada perusahaan pertambangan yang “bangkrut” demi mengembalikan fungsi alam kembali.


 






Gambar 6. Revegetasi Alam (http://www.canadiangeographic.ca/green-mining.asp)
c.    Membuat sarana rekreasi bekas tambang
Cara lain untuk memberikan CSR terhadap perusahaan pertambangan adalah membuat bekas tambang yang telah ditinggalkan menjadi tempat rekreasi. Cara tersebut diambil bila bekas tambang tersebut tidak memungkinkan untuk direhabilitasi atau revegetasi kembali. Membuat tempat rekreasi di bekas pertambangan adalah sebuah solusi untuk menarik perhatian wisatawan sekaligus sebagai sarana pembelajaran untuk melindungi alam dari kerusakan.
 






Gambar 7. Perubahan Fungsi Tambang Sebagai Tempat Wisata (http://www.canadiangeographic.ca/green-mining.asp)
d.   Pemberian dana bantuan terhadap masyarakat
Dana CSR yang diterima oleh masyarakat merupakan dana responsibility (tanggung jawab) dari adanya CSR yang terintegerasi oleh ALAMSYAH yang berbentuk bantuan pendidikan, infrastruktur, kesehatan, pinjaman lunak, dan lain-lain. Cara ini diambil untuk mengembalikan externality cost (biaya eksternalitas) yang merupakan biaya yang harus ditanggung masyarakat akibat pertambangan yang diterima masyarakat secara langsung maupun tidak langsung.






BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
Berdasarkan data dan pembahasan yang telah dilakukan dapat dibuat beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.      Salah satu permasalahan lingkungan alam di Indonesia yaitu lahan Kritis, rusaknya lahan kritis di indonesia antara lain disebabkan oleh Bertambahnya jumlah penduduk, pola penggunaan lahan tidak sesuai dengan kemampuan lahan, degradasi lahan dan eksploitasi pertambangan.
2.      Corporate Social Responsibility sangat penting diterapkan diperusahaan pertambangan, CSR dengan prinsip profit, people and Planet, suatu upaya menciptakan keseimbangan antara menciptakan keuntungan, harus seiring dan sejalan selaras dengan fungsi-fungsi sosial dan pemeliharaan lingkungan hidup demi terwujudnya pembangunan yang berkesinambungan. perusahaan memperoleh keuntungan, masyarakat sekitar memperoleh manfaat sosial ekonomi  dan kelestarian lingkungan/sumberdaya alam tercipta.
3.      Asuransi Alam Syariah (ALAMSYAH) suatu upaya mewujudkan ekonomi hijau dengan melakukan proteksi untuk membatasi eksploitasi, melakukan rehabilitasi dan pemanfaatan kembali hutan yang sudah dieksploitasi oleh perusahaan pertambangan di Indonesia. Sehingga kekayaan sumberdaya alam di Indonesia dapat dimanfaatkan untuk pembangunan ekonomi tanpa merusak lingkungan.
4.      Kumpulan dana CSR terintegrasi dari perusahaan pertambangan  akan diinvestasikan sesuai dengan syariat Islam pada Asuransi Alam Syariah dengan menggunakan sistem Takaful yang dapat secara langsung melindungi kerusakan alam akibat eksploitasi yang telah dilakukan oleh perusahaan pertambangan. Selain itu, perusahaan asuransi syariah ini juga dapat membantu perusahaan pertambangan lainnya melalui dana tabarru’ (dana kebajikan) berupa dana CSR terintegrasi yang telah disepakati sebelumnya antara perusahaan ALAMSYAH dengan perusahaan tambang yang ada.
5.2. Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan melalui karya tulis ini adalah :
1.      Diperlukan upaya lebih untuk mengatasi segala permasalahan lingkungan yang terjadi sebagai dampak dari kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh faktor alam dan terutama oleh faktor manusia;
2.      Adanya kesinergisan antara berbagai komponen yaitu pemerintah baik daerah maupun pusat, Kementerian ESDM, BKPM dan perusahaan pertambangan dalam pengoptimalan pengumpulan dana CSR  terintegrasi sebagai sumber dana Asuransi Alam Syariah (ALAMSYAH).
3.      Adanya suatu kesinergisan antar berbagai komponen yang ikut membangun berdirinya Asuransi Alam Syariah (ALAMSYAH) yakni kementerian ESDM, Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal), Perusahaan Pertambangan selaku sasaran ALAMSYAH. sehingga tercipta pembangunan ekonomi berkelanjutan yang memperhatikan aspek lingkungan di Indonesia.





DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2002. Laporan Status Lingkungan Hidup Indonesia Tahun Vol.1 (Online), (http://images.prabang.multiply.multiplycontent.com.
Anonim. 2011. Pengertian Lingkungan Hidup Menurut para Ahli. (Online),              (http://geografi-geografi.blogspot.com/2011/01/pengertian-lingkungan-hidup-menurut.html.
Nurrofiq. 2010. Penyebab dan Dampak Kerusakan Lingkungan. (Online),               (http://www.g-excess.com/4725/penyebab-dan-dampak-kerusakan-lingkungan/.
Ali, hasan.       2004.   Asuransi dalam Prespektif Islam. Jakarta: Pranada media
Birstol, PM. 2011. Leone at 50: Rich in Natural Resources but Among Poorest Nations on Earth, What a Paradox!.
Jalal. 2010. CSR di Industri Pertambangan. (Online), (www.csrindonesia.com.
Nawir, A. A. 2008. Rehabilitasi Hutan di Indonesia: Akan Kemanakah Arahnya Setelah Lebih Dari Tiga Dasawarsa. Center for International. Forestry Research (CIFOR), Bogor.
Nursanti, I dan A. M. Rohim. 2009. Pengelolaan Kesuburan Tanah Mineral Masam untuk Pertanian. Univ. Sriwijaya.
Pratanto dan Lumbantobing, S. 1997. Asuransi Lingkungan Hidup sebagai Produk baru dalam Kegiatan Perasuransian di Indonesia. Jurnal AAMAI.
Sula, Syakir. 2004. Asuransi Syariah (Life and General): Konsep dan Operasional. Jakarta:Gema Insani Press
Winoto, H. 2010. Natural resources: The curse of developing countries?.
http://www.minerals.co.nz




Tidak ada komentar:

Posting Komentar